Diduga Gelapkan BLT Dana Desa, Kades Salu Halmahera Barat Dipolisikan

Warga saat melaporkan Pemdes Salu, Kecamatan Loloda, Halmahera Barat ke Polres Halbar.(Istimewa).
Warga saat melaporkan Pemdes Salu, Kecamatan Loloda, Halmahera Barat ke Polres Halbar.(Istimewa).

Beritadetik.id – Pemerintah Desa Salu, Kecamatan Loloda dilaporkan ke Polres Halmahera Barat, Maluku Utara.

Laporan warga ini atas dugaan penggelapan Dana Bantuan Langsung Tunai atau BLT Dana Desa Tahun 2022.

Dari laporan yang disampaikan, mereka menyebutkan ada 52 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) tak diberikan BLT-DD tahap I, II, III, dan IV tahun 2022.

Bacaan Lainnya

Salah satu pelapor, Afon Lotono menyampaikan, Kepala Desa Salu telah dilaporkan karena kasus dugaan korupsi.

Di mana ia diduga menyelewengkan bantuan tersebut dengan nilai Rp 169 juta.

“Laporan ini sudah dilayangkan kepada Polres dan Inspektorat Halbar sejak 14 Maret 2023, dan Kejari sekitar 3 minggu yang lalu,” ujar Afon, Kamis (25/5).

Ia menjelaskan, anggaran BLT-DD diprioritaskan kepada 79 KPM. Dari 79 KPM, hanya 27 yang menerima.

Selain itu dari 52 KPM menerima hanya pada tahap I, itu pun hanya 1 bulan, dan 2 bulannya tidak diberikan. Begitu pula pada tahap II, III, dan IV.

Anggaran BLT-DD untuk 52 KPM, kata Afon, rencananya dialihkan pemdes untuk progam lain. Sementara programnya tidak berjalan karena sebagian masyarakat yang namanya terdaftar sebagai KPM menolak.

“Makanya pada 12 Maret 2023 kemarin pemdes kembali melakukan rapat yang berakhir ricuh karena masyarakat menuntut haknya untuk diberikan,” terangnya.

Dia mengaku pada tahap I itu mereka menerima hanya 1 bulan Rp 300 ribu, tersisa Rp 600 ribu belum diterima. Sedangkan Tahap II, III, dan IV itu tidak tersalur sama sekali.

“Jadi laporan yang dimasukan nilainya semua Rp 169 juta yang tidak tersalur kepada 52 KPM,”katanya.

Anehnya, dalam laporan realisasi 2022 untuk BLT DD semuanya sudah selesai dan tercatat sudah tersalur kepada 79 KPM.

Afon mengungkapkan, sesuai anggaran yang harus diprioritaskan itu masyarakat yang notabene ekonominya di bawah rata-rata.

Namun di Salu, PNS juga menerima bantuan sosial itu. Ada pula PNS yang anaknya belum menikah menerima BLT.

Yang menjadi pertanyaan masyarakat, dari Rp 284 juta ini dapat diduga kerugian negara itu sekitar Rp 169 juta.

Tetapi karena dipangkas untuk biaya pembelian 1 unit motor Revo, orang sakit dan duka jadi sisanya Rp 141 juta.

Ia mengatakan, yang menjadi keresahan masyarakat adalah Inspektorat bekerja tidak secara profesional dalam masalah ini.

“Kami berharap LHP Inspektorat segera diselesaikan agar ada kepastian hukum atas masalah ini,”tandasnya.(nia/red).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *