Masalah Pangan di Morotai Kebijakan Harus Berbasis Sumber Daya Lokal

Diskusi publik masalah Pangan di Morotai, (beritadetik.id).
Diskusi publik masalah Pangan di Morotai, (beritadetik.id).

Beritadetik.id – Menakar masalah pangan di Pulau Morotai harus lebih konstruktif dan berkelanjutan dalam konteks daerah kepulauan dan benar-benar bisa mewujudkan sistem pangan yang berbasis pada sumber daya lokal.

Morotai punya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) lebih besar di sektor Pertanian dan Perikanan tetapi hal itu membutuhkan political will dari kepala daerah untuk menghasilkan dan membantu berapa persen dari PDRB yang menjadi penunjang.

Jika hal itu dilakukan oleh pemerintah daerah bahkan dari hasilnya mampu mendongkrak pendapatan petani lokal, walaupun tidak secara personal akan tetapi pada aspek kebijakan dalam rangka meningkatkan produksinya.

Bacaan Lainnya

Lewat kemampuan political will kepala daerah memastikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat menyentuh langsung kepada penyumbang yang disebut petani maupun nelayan lokal, di sektor Pertanian dan Perikanan dapat terjaga.

Diagnosa kebijakan pangan ini mengemukakan dalam diskusi “Problem Pangan Pulau Morotai” yang diselenggarakan oleh KNPI Morotai Jumat, 04 November 2022 malam.

Kepala Bidang Dinas Pertanian Agung mengatakan, kecenderungan nyata terlihat pada masyarakat yang mendominasi di penggarapan lahan untuk kebutuhan terpenuhinya tanaman pangan.

Oleh karena itu, pada 2015 Kementerian menurunkan program kepada Dinas Pertanian Pulau Morotai terutama untuk swasembada beras perkapita hampir 8 ribu ton beras yang masuk.

Masalah kita di Morotai lanjut dia, produksi pada lahan pertanian di sebagian petani sangat rendah karena SDM yang masih kurang, padahal setiap lahan pertanian kami sudah mendampingi untuk proses pengelolaannya.

Rektor Universitas Pasifik Pulau Morotai Irfan Abdul Rahman mengutarakan, sebenarnya sistem pasar kita tidak menjadi problem apabila kalau kita bergerak pada tanaman Hortikultura sebab sekarang kecenderungan orang sudah hidup sehat.

Dikatakan, jangan sampai perlahan-lahan orang mulai meninggalkan padi yang dihasilkan dari pestisida tapi kita menanam terus-menerus mengunakan pestisida, padahal mereka maunya yang organik.

“Saya kira tidak seperti itu juga, karena pasarnya banyak dan kalau pasarnya sedikit harus ada upaya lain, mengapa Morotai masih bergantung pada Manado lantaran stok pangan kita adalah musiman dan tidak kontinyu,”ujarnya.

Ia melanjutkan, yang menjadi keresahan umum bahwa Dinas Pertanian tidak memilik data berapa jumlah petani yang masih konsisten di ladang sawa dan berapa yang sudah meninggalkan karena tidak ada yang menjanjikan.

Menurutnya, dari sektor Pertanian harus ada asas keadilan karena kontribusi yang telah diberikan petani ke daerah harus dikembalikan juga kepada petani.

Pemerhati petani Ikrab Sibua dalam diskusinya menyebutkan, harus diakui bahwa akar dari problem pangan adalah kegagalan pemerintah daerah dari aspek perencanaan lantaran tidak bisa berupaya apa yang menjadi fokus kebijakan publik (public police).

“Dulu di Desa Daeo ketika kita lewat di pekarangan rumah masih ada tanaman padi yang sangat luar biasa, sekaran sudah menjadi lahan tidur hal ini aneh kalau enggan bisa digarap oleh pemerintah setempat padahal berkaitan dengan kebijakan,”menurutnya.

Dia memaparkan, apa motif dari kebijakan sehingga bisa terjadi penurunan, apakah selama ini Dinas Pertanian melakukan riset ataukah pendataan yang begitu masif. Lantas mengapa setiap kebijakan oleh kepala daerah tidak menggetahui akar permasalahannya.

“Jadi kebijakan itu harus megenai pada sasaran problem fundamental di daerah lalu disingkronkan dengan kebijakan pemerintah setempat. (red).

Editor : M. Bahrul Kurung

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *