Bupati Taliabu Hadiri Rakornas Penanggulangan Bencana yang Dibuka Presiden Jokowi

Bupati Kabupaten Pulau Taliabu, H. Aliong Mus saat menghadiri kegiatan Rakornas di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis, 2 Maret 2023.(Istimewa).
Bupati Kabupaten Pulau Taliabu, H. Aliong Mus saat menghadiri kegiatan Rakornas di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis, 2 Maret 2023.(Istimewa).

Beritadetik.id – Bupati Taliabu, Aliong Mus menghadiri Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) terkait Penanggulangan Bencana 2023 di Jakarta.

Kegiatan tema “Penguatan Resiliensi Berkelanjutan dalam Menghadapi Bencana’ dibuka oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), berlangsung di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis, 2 Maret 2023.

Ikut hadir mendampingi presiden, yakni Menko Polhukam Mahfud Md, Menko PMK Muhadjir Effendy, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dan Kepala BNPB, Letjen TNI Suharyanto.

Bacaan Lainnya

Hadir pula Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, Menparekraf Sandiaga Uno, Para Gubernur, Bupati, dan Wali Kota se-Indonesia serta jajaran BNPB, BPBD serta Forkopimda se-Indonesia.

Presiden RI, Joko Widodo, dalam sambutannya mengingatkan pentingnya identifikasi potensi bencana di setiap daerah.

“BPBD harus didukung dengan anggaran yang cukup jika terjadi bencana, anggarannya tidak boleh kecil untuk atasi bencana,”ujar Jokowi.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut pemerintah saat ini telah menyusun dan mengimplementasikan berbagai strategi pembiayaan yang efektif dan efisien untuk mempercepat respon penanganan bencana.

Langkah penaganan tersebut salah satunya melalui mekanisme pooling fund. Hal itu disampaikan Menkeu dalam Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana 2023 yang diselenggarakan di Jakarta (02/03).

Pooling Fund Bencana (PFB) merupakan dana bersama yang berasal dari berbagai sumber untuk mendukung kebutuhan pendanaan penanggulangan bencana, baik pada tahap prabencana, darurat bencana, maupun pascabencana.

Saat ini, dana PFB telah dialokasikan sebesar Rp7,3 triliun, dengan rincian sebesar Rp3 triliun dari APBN TA 2022 dan Rp4,3 triliun dalam APBN TA 2023.

“Ini kita kumpulkan terus, kalau nggak kepakai kita jaga. Ini persis kayak Dana Abadi Pendidikan,” ujarnya.

Pengelolaan dana tersebut dilakukan oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH).

Pada tahap pertama, dana PFB dimanfaatkan untuk pengasuransian gedung dan aset-aset negara di pusat maupun daerah sebagai langkah kesiapan jika terjadi bencana alam.

“Penggunaannya akan tergantung dari risk profile dan kontribusi dari masing-masing daerah yang kami hitung juga berdasarkan DAU dan lain-lainnya,”kata Menkeu.

Selain mekanisme pooling fund, Menkeu juga menyebut pemerintah telah menyiapkan dana kontingensi berupa pinjaman yang dapat dicairkan apabila terjadi bencana.

Saat ini pemerintah sudah memiliki fasilitas pinjaman siaga yang berasal dari ADB sebesar US$500 juta untuk mengantisipasi kejadian tertentu.

Untuk meminimalisir risiko bencana, Menkeu menjelaskan pemerintah pun melakukan implementasi risk transfer melalui asuransi Barang Milik Negara (BMN) dan asuransi pertanian.

“Pada saat petani mulai melakukan panen dan terjadi banjir, mereka akan mendapatkan penggantian apabila dari masyarakat petani itu sudah mengasuransikan tumbuhan, barang-barang, yang memang merupakan bagian dari income mereka,”jelasnya.

Sebagai penutup, Menkeu menyampaikan harapannya agar seluruh mekanisme ini akan menjadi salah satu faktor yang mendukung suksesnya respon segera saat terjadi bencana di berbagai daerah.

Namun, ia secara khusus menekankan pentingnya koordinasi pusat dan daerah. “Sehingga nanti ini akan menjadi sebuah ekosistem yang kuat”, pungkasnya.

Senada dengan Menkeu Sri Mulyani, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian meminta kepala daerah mengalokasikan anggaran untuk penanganan bencana. Termasuk kebutuhan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

Menurut Tito, penanganan bencana merupakan urusan konkuren yang bersifat wajib dilaksanakan oleh pemerintah daerah (Pemda). Penanganan bencana juga masuk dalam kategori Standar Pelayanan Minimal (SPM).

Tito menjelaskan penanganan bencana masuk dalam urusan wajib pelayanan dasar pada bagian ketentraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat.

“Kepala daerah harus menempatkan urusan penanggulangan bencana sebagai urusan prioritas pelayanan dasar,”ujarnya.

Tito mengungkapkan dirinya telah mengeluarkan surat edaran kepada seluruh kepala daerah mengenai penerapan SPM.

Surat bernomor 069/1511/Bangda ini dapat menjadi acuan daerah dalam menyusun anggaran untuk penanganan bencana pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

“Nah ini tolong teman-teman kepala daerah, teman-teman yang paham mengenai perencanaan APBD, nomenklatur trantibum jangan hanya untuk Satpol PP dan lain-lain, tapi juga untuk BPBD yang menangani bencana,” terangnya.

Ia juga meminta paradigma penanganan bencana yang semula bersifat responsif menjadi lebih proaktif.

Dengan demikian, upaya pemda akan lebih banyak dilakukan pada kegiatan pendidikan, komunikasi, dan pencegahan, termasuk sistem pencegahan dini.

Di lain sisi, Tito mengapresiasi seluruh provinsi yang telah memiliki BPBD kecuali empat daerah otonom baru (DOB) di Papua.

Ia mengatakan Kemendagri bersama gubernur terkait nantinya akan membentuk BPBD di empat DOB di Papua.

Selain itu, Tito juga menyoroti 19 kabupaten dan 10 kota yang belum membentuk BPBD.

“Ya kalau ada kemudian digabung dengan Satpol PP masih mending, tapi kalau sama sekali tidak ada ini namanya kalau kejadian bencana pasrah dan minta bantuan yang lain,”pungkasnya.(*/red).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *