Jangan Bunuh Kami di Hutan Patani

Awan Malaka

         Oleh: Awan Malaka

(Anak Muda Patani Timur)

 

Bacaan Lainnya

Refleksi Singkat Kisah Tragedi Berdarah

Melalui Martawan korban selamat, dirinya menceritakan pada tanggal 20 Maret 2021 sekitar pukul 07.00 WIT, mereka berangkat dari Desa Tepeleo menuju pertigaan jalan untuk melakukan perjalanan ke KM 05 Desa Masure kecamatan Patani Timur Kabupaten Halmahera Tengah.

Pukul 16.00 WIT, para korban tiba di sungai Gowonle, Patani Timur dan beristirahat sambil merokok. Sekitar 1 jam kemudian, tiba-tiba para korban mendapat serangan dari arah depan dengan busur panah sekitar 20 anak panah.

Martawan menceritakan mereka dalam keadaan panik, sehingga dengan spontan mereka langsung melarikan diri dan dirinya (Martawan) sempat melihat salah satu anak panah telah mengenai Risno (salah satu temannya) pada saat melarikan diri.

Sekitar pukul 18.00 WIT, Martawan memberanikan diri untuk kembali sendiri ke TKP dan mendapati korban Risno dalam keadaan terluka di bagian punggung kanan.

Saat itu saya sedang menjaga teman saya (Risno) yang dalam keadaan terluka. sedangkan teman-teman saya yang lain semua sudah lari terpencar.

Saksi hidup ini juga menceritakan bahwa dirinya sempat menjaga korban hingga pukul 22.00 malam, namun korban Risno Muhlis menghembuskan nafas terakhir (Meninggal) karena banyak mengeluarkan darah akibat bujur panah yang mengenai punggungnya.

Ia juga mengisahkan, saat temannya (Risno) meninggal dunia, saat itu juga Martawan memutuskan meninggalkannya di atas pasir di kali Gowonle lalu bergerak menuju arah pantai.

Senin 22 Maret 2021 sekitar pukul 13.00 WIT, ketika Martawan salah satu (Korban selamat) tiba di Desa Peniti, Kecamatan Patani Timur, ia pun menceritakan kejadian yang dialami itu kepada warga setempat.

Dalam peristiwa ini, 4 dari 7 warga yang masuk Hutan berhasil selamat dari serangan OTK, sementara tiga orang meninggal dunia secara mengenaskan.

Sekedar diketahui, ketujuh orang tersebut sesuai rencana awal mereka ke hutan dengan tujuan untuk mendulang emas di gunung Damuli, belakang Desa Peniti, Patani Timur. Namun naas lebih dulu menimpa mereka.

Tragedi pembantaian di kali gowonle, hutan Patani Halmahera Tengah yang terjadi pada tanggal 20 Maret 2021 lalu, kini masih jadi tanda tanya besar kepada pihak berwajib.

Peristiwa tragis yang mengakibatkan tiga orang meninggal dunia itu dinilai sungguh sadis karena meninggalkan luka mendalam keluarga korban baik di Patani dan Makean.

Memasuki 11 bulan, dan atau 11 hari lagi terhitung 1 Tahun pelakunya tak kunjung terungkap.

Republik ini negara hukum, maka hak korban atas nama kemanusiaan adalah keadilan. Jadi tegakkan keadilan, agar masyarakat Patani Timur dan sekitarnya tak lagi hidup dalam bayang-bayang ketakutan saat beraktifitas di Hutan.

Jika kasus ini tidak ada kepastian pelakunya, nantinya seperti tragedi berantai di Kali Waci, Maba Selatan, Halmahera Timur pada 1985, 2000, 2013, 2016, 2019. Lima kali berturut-turut warga desa Waci berduka.

Anehnya, tragedi ini terjadi saat-saat musim politik berwajah dua, empat, lima, atau musim berganda yang bercampur aduk. Mereka terlihat suram, tapi lambat laun pihaknya bermunculan pesat dan nyaris mendadak hingga sulit teratasi.

Ekonomi Lumpuh 

Catatan refleksi atas tragedi kali Gowonle ini bukan berarti hanya semata wayang untuk sekedar menghasut publik, melainkan fakta nyata yang mesti disadari, bahwa masyarakat patani jangan ada lagi dibunuh dengan cara tidak wajar, jangan lagi menjadi korban berkali-kali di belantara hutan Halmahera yang menjadi sumber utama penghidupan.

Secara geografis, wilayah Patani bergantung mata pencaharian utama di hutan dengan cara berkebun. Hal ini terlihat dari histori peradaban masyarakat di sektor ekonomi yang itu mengandalkan komoditi pala sebagai aset kehidupan.

Sumber kehidupan masyarakat di daerah setempat ini tentu tak lagi diragukan lagi karena selalu mendongkrak berbagai kebutuhan primer maupun sekunder.

Di lain sisi, masifnya pendapatan dari berbagai komoditas tersebut bisa memicu angka kekayaan apabila didorong oleh kebijakan pemerintah daerah, atau wilayah Patani sebagai lumbung pertanian dan perikanan dengan segala fasilitasnya.

Dari fakta-fakta ini, tidak sekedar tiga Warga kehilangan nyawa, masyarakat Patani juga dibunuh jiwanya dan aktifitas ekonominya. (**).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *