“Dotti (Santet), Fakta atau Mitos”

Oleh : Arafik A Rahman (Penulis buku)

Dotti merupakan sinonim dari apa yang disebut Santet. Secara etimologi Santet artinya Sihir, orang yang melakukan aktifitas sihir biasanya dikenal dengan sebutan “Dukun”. Di Maluku Utara, Kata Dotti telah ada jauh sebelum era moderenisasi, ia tumbuh kembang membelenggu bersama bahasa dan budaya nenek moyang kita dahulu.

Bahkan hingga saat ini, sebagian masyarakat Maluku Utara masih meyakini bahwa praktek perdotian masih sering terjadi ketika ada kematian orang-orang tertentu, baik itu di desa maupun di kota. Walau kejadiannya tak dapat dibuktikan secara empiris tetapi kita tak bisa hindari bahwa Dotti adalah sebuah tradisi yang telah membudaya dalam pikiran dan perilaku masyarakat tertentu.

Bacaan Lainnya

Karena itu, menurut hipotesa saya, bahwa Dotti (sihir) yang ada di era digitalisasi saat ini, telah mengalami transformasi menjadi hipnotis, black camping, sentimentil, pesimistik, perkocakan dan lain sebagainya. Dotti juga hanya bisa berlaku pada mereka yang sirik, dan hanya dipraktikkan oleh orang yang menyekutukan setan sebagai Tuhannya.

Sebab sebagai orang yang religiusitas, sihir telah dijelaskan dalam kitab-kitab suci, termasuk dalam Al-Qur’an surat, al-Baqarah: 102. Bahwa “Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir.” Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya.

Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tidaklah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahat lah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui”.

Bagi mereka yang rasional dan terdidik hanya menganggap Dotti adalah mitologis semata. Sebab kalau anda yakin yang sedemikian itu ada, maka anda tak perlu bekerja untuk menjadi kaya dan sukses. Anda juga tak perlu susah paya mencintai dan menikahi seorang wanita tetapi cukup dengan datang saja ke dukun semuanya terjadi seperti paradoks “cinta ditolak dukun bertindak”.

Ataukah misalnya dalam perhelatan demokrasi anda tak perlu susah payah membentuk tim, mencari logistik, membujuk rakyat dan mengunakan strategi untuk menang. Tetapi datang saja ke Tukang Dotti, untuk menyihir semua orang agar memilih anda. Kan begitu argumentasinya untuk mereka yang percaya.

Menurut, Hegar Vadlmar Revaldo dalam bukunya yang berjudul “Mitologi Dunia”. Revaldo memaparkan bahwa “sihir adalah sebuah mitos yang diwariskan dari orang-orang terdahulu. Ia tumbuh dari generasi ke generasi dengan daya tarik yang khas penuh mistis. Misalnya dalam legenda orang Jepang, ada sosok mistis namanya Kitsune, ia merupakan seekor ruba yang mampu berubah wujudnya menjadi manusia ketika berumur 100 tahun. Ia diyakini sering terbang, membuat petir dan membakar rumah warga ketika marah”.

Tentu secara spesifik, cerita tentang Dotti menjadi misteri di tengah-tengah kaum intelektual. Terbukti dari total 100 anak muda di Maluku Utara dengan titel Sarjana, magister dan bahkan doktor, yang saya observasi dengan menanyakan”apakah Dotti itu ada atau tidak?”. Ternyata 50 orang menjawab ada dengan alasan yang bervarias: pertama bahwa di dalam Al-Qur’an juga menjelaskan tentang sihir di zaman nabi Musa as, surat Taha, 61-56 dan QS Asy-Syu’ara, 41-43. “mereka menyihir mata para hadirin dan menakut-nakuti mereka. Mereka mendatangkan sihir yang besar (menakjubkan).” (QS Al-A’raf: 116).

Alasannya yang kedua, mereka percaya bahwa itu sering terjadi di tengah-tengah kita akhir-akhir ini. Sementara 30 orang menjawab tidak ada itu adalah cerita rakyat “mitos” karena kebenarannya tak bisa dibuktikan. Kalaupun ada pasti sudah banyak pelakunya yang telah ditangkap polisi dalam beberapa kasus yang sering dikatakan praktek perdukunan.

Sisanya 10 orang menjawab, dengan pikiran Agnostik; tong masih mencari-cari kebenaran itu, entah ada atau tidak. Tetapi karena orang ramai membicarakan itu, makanya kami diam saja. Itu artinya dari data yang saya peroleh, bahwa di provinsi Maluku Utara cerita tentang Dotti: 50% percaya, 30% tidak dan 10% netral.

Sebagai kaum intelektual, yang berpikir logis, ilmiah dan kritis. Tentu ini bukan soal keyakinan yang mestinya diperdebatkan tetapi ini soal benar atau tidak praktek sihir itu? Berbeda dengan menyakini kebenaran tuhan yang maha esa. Karenanya sepanjang riset tak belum mengungkapkan faktanya, maka sepanjang itu pula “Dotti” hanya sebatas mitologi belaka.

Sebab, kebenarannya bersifat parsial, bahwa dalam suatu komunitas bisa mempercayai itu ada, dalam persaingan bisnis, jabatan, atau percintaan. Juga sebaliknya komunitas lain bisa menyakini itu tidak ada sama sekali karena irasional. Menurut, Muhammad Nurddin dalam bukunya yang berjudul “Logical Fallacy”. Bahwa “pemikiran yang didasarkan pada menurut orang banyak tanpa data dan informasi yang faktual, itu adalah bagian dari kesalahan berpikir yang sering kita jumpai akhir-akhir ini. Di media sosial, di diskusi-diskusi kecil, di lingkungan organisasi dan lain sebagainya”.

Karena maraknya misteri persoalan “Santet” bangsa ini telah mengatur regulasinya, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terbaru, pasal 252 tentang praktek sihir (santet) dan menawarkan jasa untuk mencelakai orang lain. Akan diancaman sanksi 1,5 tahun penjara. Walau demikian, regulasi tersebut masih mengalami kontroversi dalam penerapannya.

Menurut pakar hukum dari Universitas Sumatera Utara, Dr Pedastaren Tarigan, berpendapat, tidak rasional menjadikan santet sebagai delik. Walau praktik santet sering dipercaya terjadi di tengah-tengah masyarakat, tetapi untuk membuktikan siapa pelaku ataupun korbannya sangatlah sulit. Kita tidak bisa menjadikan sebagai alat bukti pengakuan seorang pelaku supranatural (dukun).

Bahwa si B sakit dan ditemukan jarum di dalam perutnya akibat disantet atau diguna-guna oleh si A. Bahkan, katanya, keterangan seorang penghayat supranatural juga tidak dapat dijadikan bukti untuk menjerat, misalnya si A melakukan perbuatan melanggar hukum untuk diajukan ke pengadilan negeri. Bahkan ancaman hukuman tersebut sulit diterapkan kepada pelaku santet atau dukun yang sengaja menyantet seseorang karena disuruh orang lain dengan imbalan berupa uang.

Taukah anda bahwa, cerita tentang Dotti atau sihir telah ada di Eropa era kegelapan, mereka sering berburu penyihir, vampir, dan manusia serigala. Dalam perburuan dan eksekusi penyihir yang dilakukan oleh banyak kerajaan Eropa abad 14. Mitos dan rumor dipakai sebagai alat untuk merajam dan membakar tersangka hidup-hidup. Tidak mudah untuk menjadi seorang yang “berbeda” di kalangan warga Eropa pada zaman kuno.

Orang yang cerdas, kutu buku dan peka sosial, dianggap sebagai penyihir. Dalam jurnal sosiologi yang ditulis pada 1980, diterbitkan berjudul “The European Witch Craze of the 14th to 17th Centuries: A Sociologist’s Perspective”. Mengungkap bahwa sejak awal abad 14 hingga abad 16, sudah ada 200 ribu hingga 500 ribu orang yang dieksekusi di Eropa karena dianggap sebagai penyihir.

Sekitar 85 persen dari korban eksekusi tersebut adalah wanita. Pada era tersebut, Eropa memang tengah diliputi dengan zaman kegelapan dan kemiskinan. Periode yang cukup menyiksa tersebut akan berpengaruh kuat pada psikologis banyak orang yang membutuhkan pelampiasan kemarahan.

Misalnya, Mary Trembles, Temperance Lloyd, dan Susanna Edwards, ketiga wanita itu, dieksekusi mati oleh masyarakat dan pengadilan Inggris pada 1632. Seiring waktu berjalan pada tahun 1660, pengadilan Inggris sudah memasuki masa pencerahan dan banyak orang-orang yang tak terbukti bersalah dibebaskan.

Kisah persidangan dan eksekusi tiga wanita penyihir asal Inggris ini dicatat dalam sebuah buku Bideford yang ditulis pada 1792 oleh ahli sejarah Inggris bernama John Watkins. Ada banyak ahli sejarah yang menyayangkan tragedi tersebut, apalagi ketiganya dituduh tanpa dasar bukti dan argumen yang kuat.

Kisah yang sedemikian itu, juga terjadi pada seorang dokter di Skotlandia yang dianggap tukang sihir. Namanya Janet Boyman pada tahun 1572, ia dituduh melakukan praktik sihir karena dapat menyembuhkan pasien dengan obat-obat rahasianya. Juga dianggap sebagai tukang ramal yang dapat meramalkan kematian. Padahal, Janet hanya memprediksi kematian pasien akibat penyakit keras yang dideritanya.

***

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *