Hutan Patani dan Masa Depan Generasi

Foto: Harmawi Ade

“Kelompok oligarki dan kaki tangannya telah menggurita sampai di tingkatan pedesaan”

Oleh: Harmawi Ade

(Kabid BPP Hipma Patani Maluku Utara)

Bacaan Lainnya

Masyarakat Patani memiliki ciri khas pekerjaan yang dibudidayakan sejak dulu. Ciri khas pekerjaan menjadi unsur penting yang merekatkan silahturahmi melalui kerjasama. Bisa di bilang sebagai sumber kerukunan antar masyarakat. Apabila dilihat lebih jauh bahwa karakteristik pekerjaan berasal dari alam, atau dengan kata lain hutan dan lautan itu menjadi tempat dimana masyarakat mengenal pekerjaannya. Tanpa menjelaskan lebih detail pun kita bisa paham bahwa alam dan manusia merupakan relasi inti yang menghidupkan. Alam memberi kehidupan pada manusia maka manusia harus menjaganya, karena kealamian relasi itu juga ikut serta menunjukan makna hidup manusia.

Kita terus menerus diperhadapkan berbagai masalah. Salah satunya konflik Agraria yang dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Indonesia, menurut data dari Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) di tahun 2020 terjadi letusan konflik agrarian di semua sektor. Konflik akibat perkebunan sebanyak 122 letusan konflik. Dalam Catatan Badan Pertahanan Nasional (BPN) pada 2021 terdapat 137 kasus sengketa pertanahan yang terjadi di Indonesia. Dari melonjaknya kasus-kasus sengketa pertanahan jika dibiarkan maka akan terus mengalami peningkatan, lalu berapa banyak masyarakat yang harus menjadi korban lagi atas kelalaian kebijakan pemerintah.

Kelompok oligarki dan kaki tangannya telah menggurita sampai di tingkatan pedesaan. Propaganda kenikmatan yang ditawarkan lewat ekspansi terus diperlebar, disamping itu juga akumulasi kekayaan mengalir lancar ke kantong elit oligarki, sementara masyarakat miskin semakin miskin. Cakar besi sudah di tancapkan di Maluku Utara. Bagaimana tidak, ada 3 sentral industri nasional yang berada di Obi kawasi, Halmahera Timur dan Halmahera Tengah. Di Halmahera Tengah, salah satu perusahan tambang milik si mata sipit. Indonesia Weda bay industrial Park (IWIP) yang telah bereksplorasi selama 6 tahun. Dari 6 tahun bereksplorasi sudah 4 ribu hektare hutan lelilef sawai, lelilef Woebulen dan berapa wilayah lingkar tambang di ratakan, dengan jumlah Smelter sebanyak 12 yang dibangunnya. Saat ini IWIP berencana memperluas wilayah eksplorasinya dengan target luasnya 16 – 20 ribu hektare. Ini berarti ekspansi perluasan wilayah IWIP akan sampai ke Patani. Isu IUP di Patani sudah bukan lagi hal baru bagi kita, sudah berulangkali isu ini muncul.

Bahkan, sejak 2019 masyarakat sudah membentuk dan melakukan kaplingan di hutan Patani dengan tawaran lahan kaplingan itu akan dibayar. Pada tahun 2019, Ketika gencar-gencarnya masyarakat berebutan naik kehutan untuk melakukan kaplingan. Di Desa Sakam Kec. Patani Timur, ada warga yang meninggal akibat tertimpa pohon pada saat penebangan. Masih pada tahap kaplingan saja sudah ada korban jiwa, bagaimana jika perusahaan tambang menancapkan kuku besinya di Patani?, bisa jadi akan banyak korban yang meninggal karena terserang penyakit, kekurangan gizi, stres, dan seringkali terjadi pertikaian karena persoalan uang.

Situasi ini terjadi karena hasutan dari aktor-aktor oligarki dengan modus tawarannya berdasar pada nilai rupiah, yang jika di kalkulasi hal itu tak mampu menghidupi satu Keluarga selama setahun apalagi membayar biaya kerusakan hutan dan air yang dicemari limbah tailing nantinya. Berdasar pada kondisi yang ada, Social Movement harus diduplikasi. Dengan pemanfaatan peluang atas kemajuan teknologi hari ini, agitasi dan propaganda harus terus hidup. Buat penyadaran ke masyarakat, gilir isu untuk tetap online 24 jam diberanda media sosial.(**).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *