Maluku Utara Masuk Urutan 32 dari 34 Provinsi di Indonesia Kategori IKP Terendah

Pembukaan diskusi panel Penguatan Ketahanan Pangan Provinsi Maluku Utara, Jumat 3 Maret 2023.(Istimewa).
Pembukaan diskusi panel Penguatan Ketahanan Pangan Provinsi Maluku Utara, Jumat 3 Maret 2023.(Istimewa).

Beritadetik.id – Masalah pangan diikuti penurunan kualitas dan produktivitas lahan menjadi isu hangat dalam acara diskusi panel Penguatan Ketahanan Pangan Provinsi Maluku Utara, Jumat (03/02).

Acara yang diselenggarakan di Aula Desa Balbar, Kota Tidore Kepulauan ini melibatkan banyak pihak yang memiliki peran strategis dalam mewujudkan penguatan ketahanan pangan Maluku Utara.

Pelaksana Tugas Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Maluku Utara, Adnan Wimbyarto dalam acara itu mengatakan, Isu global ketahanan pangan ikut menjadi perhatian khusus di Maluku Utara.

Bacaan Lainnya

“Penurunan kualitas dan produktivitas lahan, perubahan iklim, serta peningkatan jumlah penduduk ini diperparah dengan gejolak geopolitik dan fluktuasi harga komoditas di seluruh dunia,”katanya.

Intensitas ancaman meningkat terutama pada daerah kepulauan seperti Maluku Utara karena wilayah Maluku Utara memiliki pulau-pulau kecil dan terisolasi serta kualitas sumber daya manusia dan adopsi teknologi yang rendah.

“Selain itu, infrastruktur penunjang yang terbatas dan rendahnya keterjangkauan (aksesibilitas) berakibat pada harga pangan yang relatif mahal,”jelasnya.

Adnan juga memaparkan terkait dengan Indeks Ketahanan Pangan (IKP) Maluku Utara yang terus mengalami penurunan.

IKP merupakan ukuran dari beberapa indikator yang digunakan untuk menghasilkan skor komposit kondisi ketahanan pangan di suatu wilayah.

Dijelaskan sesuai data Badan Pangan Nasional, IKP Maluku Utara tahun 2022 adalah 58,39, menurun 1,19 poin dibandingkan dengan tahun 2021 dan menempati peringkat ke-32 dari 34 provinsi di Indonesia.

Di tingkat regional, IKP Maluku Utara lebih baik dari IKP Papua dan Papua Barat, di bawah Provinsi Maluku, dan masih jauh dibandingkan Sulawesi Utara.

Lanjutnya, jika IKP dilihat lebih rinci, terdapat beberapa aspek yang menunjukkan angka yang masih rendah.

Aspek ketersediaan pada beberapa kabupaten di Maluku Utara tidak terpantau ketersediaannya. Hal ini berarti bahwa daerah tersebut diindikasikan belum mampu menghasilkan produk pangan untuk daerahnya sendiri.

Selain itu, pada aspek pemanfaatan menunjukkan angka yang relatif baik akan tetapi masih terdapat beberapa daerah yang memiliki angka rendah, seperti Kota Tidore Kepulauan dan Pulau Taliabu.

Dalam rangka menjaga ketahanan pangan Maluku Utara, Adnan turut menjelaskan terkait dengan dukungan pemerintah pusat dan daerah, “Alokasi belanja K/L sektor ketahanan pangan pada tahun 2022 sebesar Rp109,48 M.

Alokasi tersebut tersebar pada 3 K/L (Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian PUPR), 22 satuan kerja, 8 program, dan 54 jenis output. Alokasi tersebut terealisasi sebesar Rp 108,54 M atau 99%.

Belanja ketahanan pangan di Maluku Utara terkonsentrasi pada pengembangan fasilitas untuk mendukung produksi pangan, penyuluhan, pengelolaan irigasi, pengelolaan transportasi (kapal), dan penyediaan benih. Keseluruhan output telah mencapai target.

“Selain itu, belanja sektor ketahanan pangan terdapat dalam Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD),”jelas dia.

Alokasi pada DAK Fisik terealisasi sebesar Rp229,06 miliar melalui program pengembangan food estate dan sentra produksi pangan.

DAK Non Fisik terealisasi sebesar Rp6,48 Miliar melalui program ketahanan pangan dan pertanian.

Dana Desa terealisasi sebesar Rp55,22 Miliar melalui program peningkatan produksi tanaman pangan, penguatan ketahanan tingkat desa dan lumbung desa.

Selanjutnya, Adnan juga menyampaikan kendala yang dihadapi dalam memperkuat ketahanan pangan di Maluku Utara.

Kendala secara umum berupa stok bahan pangan pokok yang masih didominasi dari daerah lain antara lain Manado dan Surabaya.

Secara teknis, kendala yang dihadapi adalah adanya blokir pagu, refocusing, realokasi anggaran dan automatic adjustment sehingga satker kurang leluasa dalam merealisasikan anggaran.

Tidak tersedianya stok benih di e-Katalog dan keterbatasan sumber daya manusia juga menjadi kendala eksekusi belanja ketahanan pangan pada satker.

“Penguatan ketahanan dan ketersediaan pangan perlu dilaksanakan melalui dua pendekatan, baik sistemik dan holistik (lintas sektor) guna mewujudkan kondisi ketersediaan pangan yang memadai.

Hal ini dapat diwujudkan melalui produksi pangan domestik, kualitas pangan yang terjamin, hingga konsumsi pangan yang didukung oleh perbaikan infrastruktur.

Untuk mewujudkan kondisi tersebut, diperlukan dukungan kebijakan ekonomi makro dan fiskal yang mendukung stabilitas pasokan dan harga pangan,” terangnya.

Dia menambahkan bahwa ketahanan pangan merupakan suatu kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya.

Di samping itu, ketahanan pangan juga menunjukkan suatu keadaan pangan yang beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

Menindak lanjuti hal tersebut, Diskusi Panel Penguatan Ketahanan Pangan di Maluku Utara menjadi salah satu langkah awal dalam mendorong terwujudnya ketahanan pangan Maluku Utara.

Pemaparan dan diskusi dari para panelis, mulai dari kondisi ketahanan pangan Malut terkini, data statistik, identifikasi permasalahan, dukungan anggaran dan program, pengawasan dan harmonisasi.

Tak sampai di situ, kerja sama penyediaan pangan untuk mendukung rantai pasok perusahaan diharapkan mampu untuk merumuskan langkah-langkah strategis dalam mewujudkan ketahanan pangan Maluku Utara yang lebih baik.

“Kanwil DJPb Provinsi Maluku Utara, sebagai Regional Chief Economist (RCE) dan Financial Advisor (FA), berinisiatif menyelenggarakan acara ini untuk menggali kondisi dan kendala yang dihadapi stakeholder dalam program penguatan ketahanan pangan di Maluku Utara itu,”cetusnya.

Acara ini juga bertujuan untuk mempertemukan seluruh stakeholder yang berperan dalam ketahanan pangan guna merumuskan langkah-langkah strategis penguatan ketahanan pangan lintas sektor.(red).

Editor : Ridho Arief

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *