Beritadetik.id – Forum Asosiasi Pengusaha Maluku Utara (FAP-MU) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri mengusut kasus tindakan kejahatan terhadap eksport nikel mentah tanpa ijin dan dokumen yang sah di Provinsi Maluku Utara.
Pengurus FAP-MU, Mayrudin Maende mengatakan pencurian besar-besaran nikel mentah (ord) yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan nikel raksasa di Maluku Utara adalah suatu tindakan ilegal mining yang sangat jelas merugikan daerah dan negara.
“Kerugian itu pastinya adalah kerugian masyarakat Maluku Utara dan kerugian Rakyat Indonesia. Untuk itu Forum Asosiasi Pengusaha Maluku Utara menekan pihak terkait agar mengusut tuntas kasus ini,”ujarnya.
Maryudin mengatakan oknum Penyelenggara Negara secara bersama yang dengan sengaja eksport nikel mentah tanpa ijin dan dokumen yang sah. Ini adalah perbuatan kriminal yang tidak bisa di tolerir oleh negara.
“5 juta metrik ton nikel mentah bukanlah jumlah sedikit yang kalau di kelolah atau ekspor secara prosedural, maka akan membawa dampak manfaat buat negara dan masyarakat,”tegasnya.
Selain itu, ia menegaskan hasil penghitungan Pemerintah daerah Propinsi Maluku Utara, dalam hal ini Dinas Pendapatan Daerah Propinsi Maluku Utara, bahwa PT IWIP tidak mau membayar kewajiban ke daerah kurang lebih 200 miliar lebih.
Pajak perusahaan yang tak dibayarkan itu adalah pajak kendaraan operasional dan alat berat serta pajak air tanah. Terhadap tindakan ini, sungguh bahwa PT IWIP yang katanya salah satu Proyek Strategis Nasional tidak mematuhi aturan-aturan yang telah di tetapkan.
Untuk itu Forum Asosiasi Pengusaha Lokal merekomendasikan agar ketidak patuhan PT IWIP yang tidak mau membayar Pajak Daerah tersebut, agar Pemerintah Daerah Propinsi Maluku Utara dan Halmahera Tengah segera mengultimatum untuk memberhentikan sementara aktifitas pertambangan PT IWIP.
“Hentikan dulu aktivitas PT. IWIP sebelum membayar Pajak Pendapatan Daerah, karena dari pajak daerah tersebut, dapat mengangkat PAD daerah serta dapat mensejahterakan masyarakat terutama masyarakat yang berada di lingkar tambang,”ujarnya.
Menurutnya Maryudin, bahwa kehadiran PT IWIP tidak pernah menghargai kearifan lokal, hal ini dapat di cermati dengan kehadiran para vendor dalam melayani Kebutuhan logistik di PT IWIP.
Tidak satupun pengusaha lokal yang dipakai sebagai vendor untuk melaksanakan aktifiras pertambangan dan suplay logistik terhadap kebutuhan di PT IWIP, seperti kegiatan konsultan, konstruksi, retail, manufactur, BMM dan sejumlah kebutuhan didalam PT IWI.
Jika saja di pakai pengusaha lokal seperti UMKM, maka pengusaha lokal di tempatkan pada posisi sebagai subkontrak yang kesekian, sehingga sangat merugikan pengusaha lokal.
Atas masalah ini Forum Asosiasi Pengusaha Maluku Utara menyatakan sikap agar stop menggunakan vendor yang bukan pegusaha Lokal atau IWIP sendiri stop menggunakan cara berbisnis sendiri.
Perlu di ketahui bahwa yang menghidupkan putaran ekonomi lokal di Maluku Utara adalah pengusaha lokal (UMKM) lokal, bukan para vendor dari pusat yang semuanya adalah titipan oligarki.
Jika 2 kejahatan IWIP dan atau Perusahaan tambang lain dalam hal dugaan pencurian hasil tambang nikel mentah (ord) tidak di tindak lanjuti, maka FAP-MU akan melakukan class action kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah dan aparat penegak hukum.
Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membeberkan bahwa pihaknya sudah mengantongi daftar eksportir dari kegiatan ekspor ilegal bijih nikel ke China. Setelah dilakukan pengecekan, rupanya ekspor ilegal itu berjalan sejak tahun 2021 hingga 2023.
Padahal, seperti diketahui, Indonesia sejak tahun 2020 lalu sudah memberlakukan kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah khususnya pada bijih nikel untuk bisa dilakukan pemurnian dan pemrosesan atau hilirisasi nikel dalam negeri untuk memberikan nilai tambah.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto mengatakan bahwa pihaknya sudah melakukan konfirmasi dengan pihak General Administration of Customs China (GACC) yang mana saat ini Nirwala klaim pihaknya sudah mengantongi sebanyak 85 Bill of Lading (B/L) dari kegiatan ekspor ilegal itu.
Nirwala juga mengatakan bahwa pihaknya akan meneliti daftar B/L tersebut bersama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Kita terus terang kita juga sudah lakukan konfirmasi ke China Custom ada sekitar 85 B/L yang kita konfirmasi ke GACC, tentunya di situ kita kembangkan dan kita teliti lebih lanjut bersama teman-teman KPK,” beber Nirwala dikutip dari CNBC Indonesia dalam program Mining Zone, Selasa (27/6/2023).
Namun memang, Nirwala mengatakan bahwa pihaknya belum bisa lebih detail dalam menyebutkan pihak mana saja yang terlibat dalam aksi ekspor ilegal bijih nikel ke China. Hal tersebut dikarenakan masih harus dilakukan pendalaman oleh KPK.
“Kita kembangkan dan kerja sama custom to custom antara Bea Cukai Indonesia dan juga dengan China custom itu juga erat. Dan tentunya data-data tadi eksportirnya siapa segala macam, kita bisa lacak dan beberapa eksportir yang tentunya saya nggak bisa diutarakan di sini, nanti kami sampaikan ke penegak hukum dalam hal ini KPK,” tambahnya.
Adapun, Seketaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey klaim bahwa pihaknya juga telah menindaklanjuti kegiatan ekspor ilegal bijih nikel dengan melakukan konfirmasi kepada custom China yang mana didapatkan informasi bahwa kode barang yang diekspor adalah HS Code 2604.
Lebih lanjut, Meidy menjelaskan bahwa HS Code 2604 merupakan kode untuk barang yang dihasilkan dari pabrik yang mana bukan lagi dihasilkan melalui tambang.
“Kita cek di custom di China HS Code yang dipakai apa sih, yang tadi 2604. Nah yang bisa mengeluarkan barang HS Code 2604 kan pabrik ya, bukan tambang. Nah sekarang yang harus kita waspadai adalah pabrik yang punya akses untuk international port yang bisa mengekspor olahan nikel,” jelas Meidy dalam kesempatan yang sama.
Namun yang pasti, Meidy menegaskan bahwa pihaknya sudah mengantongi data kuantitas ekspor yang lebih detail. “Kita hanya dapat dari China, nilainnya berapa, kuantitas berapa, bahkan per bulan ekspor berapa sampai di custom China sana,” tandasnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan adanya dugaan kasus ekspor ilegal bijih nikel RI ke China sejak 2021 lalu. Tak tanggung-tanggung, sebanyak 5 juta ton bijih nikel RI diduga telah diselundupkan ke Negeri Tirai Bambu sejak 2021-2022.
Padahal, seperti diketahui, Pemerintah Indonesia telah resmi melarang ekspor bijih nikel sejak 2020 lalu.
Ketua Satgas Koordinasi Supervisi Wilayah V KPK Dian Patria menyebut, informasi dugaan ekspor ilegal bijih nikel tersebut berasal dari Bea Cukai China. “Data ini sumbernya dari Bea Cukai China,” ujar Dian, dikutip Jumat (23/6/2023).
Dian tidak menyebutkan secara rinci mengenai asal bijih nikel yang diekspor secara ilegal ke China tersebut. Namun, ada dugaan bijih nikel tersebut berasal dari tambang di Sulawesi atau Maluku Utara.
“Dari Indonesia, saya enggak nyebut dari IWIP (Indonesia Weda Bay Industrial Park), tentunya dari Sulawesi dan Maluku Utara karena hanya dua daerah inilah penghasil nikel terbesar,” ungkapnya.
Dian menyebut, selama ini sebenarnya banyak pihak yang melakukan pengawasan untuk mencegah terjadinya ekspor ilegal, seperti Bakamla, Bea Cukai, Pol Air, dan Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP).
Namun, nyatanya masih terjadi ekspor ilegal ke negara lain. Menurutnya, KPK bisa mengusut lebih jauh jika ada dugaan korupsi dari praktik ekspor bijih nikel ilegal tersebut.
“Artinya masih ada kebocoran di sini. Ada kerja sama banyak pihak kok masih bocor. KPK punya kajian juga, di kami kalau ujungnya penindakan harus ada unsur korupsinya,” tuturnya.(*).