1 Oktober Kesaktian Pancasila

Arafik Arahman Penulis: (Buku Perang Pasifik Pemekaran dan Pembangunan).
Arafik Arahman Penulis: (Buku Perang Pasifik Pemekaran dan Pembangunan).

 

Oleh: Arafik (Bung Ophick)

Asal kata Pancasila dari bahasa Sanskerta: Panca diartikan 5 dan sila diartikan prinsip atau asas. Ia merupakan rumusan dasar sebagai pedoman kehidupan untuk seluruh rakyat Indonesia. Memang perjalanan pembentukan Pancasila mengalami diskursus yang sengit dan mendalam oleh 9 tokoh hebat di bangsa Indonesia.

Bacaan Lainnya

Tentu, bagi pencetus dan mereka yang sempat menyaksikan berlangsungnya perjalanan order lama dan orde baru, kata Pancasila sebagai salah satu kata yang sakral dan sakti; dari deretan kosakata kolektif. Tetapi bagi generasi yang datang setelah bergulirnya era reformasi 1999, kata “Pancasila” tak se-sakti seperti sebelumnya.

Mengapa begitu? Sebab dahulu Pancasila dan moralitas menjadi fokus perhatian utama pemerintah dalam membangun peradaban manusia Indonesia, melalui kementerian pendidikan Nasional yang mata pelajarannya disebut “PMP” pendidikan Moral Pancasila; era orde baru sebelum reformasi dengan mengunakan kurikulum 1994.

Dalam perjalanan ketika reformasi, Mapel PMP itu, diubah lagi menjadi “PPKN” pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan dengan seiring dengan perubahan kurikulum “KBK” kurikulum berbasis kompetensi. Lalu kemudian     datang kurikulum terbaru K13, diubah lagi dari mapel PPKN menjadi “PKN” pendidikan kewarganegaraan.

Entah apa argument logisnya terhadap kualitas perubahan kurikulum dan mapel tersebut. Bahwa yang pasti semuanya adalah tentang memajukan pendidikan yang sesuai dengan tantangan zaman di masa depan. Tentu persoalan perubahan kurikulum dan format baru mata pelajaran adalah hal yang normal dalam etika ilmu-pengetahuan.

Mestinya Pancasila dan moralitas tak bisa dihilangkan, karena kesaktian itulah yang menjadi nadi bangsa Indonesia. Pancasila juga sebagai identitas original dan perilaku kehidupan sebagai orang Indonesia. Karena perubahan kurikulum dan mapel tersebut, tentu berdampak pada peningkatan “kriminalitas”, devisit patriotisme, nasionalisme dan memperpanjang barisan apatisme.

Bahkan peningkatan berbagai kasus asusila, pembunuhan, pertikaian dan gerakan referendum di Papua akhir-akhir ini adalah bukti bahwa posisi Pancasila telah mengalami pergeseran dalam pikiran dan nurani warga Indonesia. Therefore, karena itu pemerintah mesti memahami teori lahirnya Pancasila, kenapa Pancasila sebagai landasan bernegara?

Dan bagaimana metodologi penerapannya dalam kehidupan hari-hari ini yang kian terbentur dengan kemajuan teknologi (pornografi dan pornoaksi). Terhadap itu, mereposisi Pancasila dalam implementasi sistem pendidikan Nasional adalah perlu diperhatikan. Begitu cara memperbaiki flashdisk moralitas yang telah diendapkan oleh banyak virus.

Dengan memahami terminologi Pancasila, kita telah merawat sejarah besar berdirinya bangsa Indonesia. Apalagi mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari adalah bentuk merealisasikan tujuan politik negara Indonesia. Coba anda bayangkan? Jika bangsa Indonesia tak ada Pancasila. Apakah di tahun 1945, sekitar 27 kerajaan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke “Samudera Pasai sampai Ternate” bisa disatukan oleh Bung Karno?

Apakah teori dan substansi demokrasi bisa di jalankan, untuk menggeser sistem monarki? Apakah ribuan suku dan bangsa bisa disatukan? Apakah keadilan dan kesejahteraan bisa direalisasikan? Apakah kita dapat menjamin bahwa semua warga negara Indonesia memeluk agama masing-masing?

Saya menyakini jika Pancasila tak dibuat oleh panitia BPUPKI, kala itu, 01 Juni 1945. Maka jangankan keadilan dan kesejahteraan, persatuan Indonesia saja sulit untuk dicapai. Karena itu Pancasila juga adalah satu-satunya jalan menuju keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, itu yang termaktub dalam UUD 1945 negara republik Indonesia.

Apalagi kita hanya berdebat tentang siapa yang salah dan siapa yang benar dalam tragedi “G30S” atau gerakan 30 September oleh kelompok PKI 1965. Sepanjang kita berdebat, sepanjang itu kita tak akan pernah maju walau selangkah. Tugas generasi saat ini adalah bagaimana menjaga Pancasila, jika dibolehkan oleh UUD 1945 untuk diamandemen silahkan, tetapi membutuhkan pikiran yang lebih cemerlang dari para pahlawan yang telah menerbitkan Pancasila itu.

Kita mesti menyudahi semua pertikaian di masa lalu, lalu fokus membangun Indonesia menjadi bangsa yang sederet dengan Amerika, Rusia, Jepang, Cina dan lainnya yang selevel. Sebab sejatinya sejarah hanya pengalaman sebagai pelajaran di hari ini dan di masa depan untuk selamanya; bahwa sejarah adalah filsuf dalam membangun peradaban.

Ditulis dalam sejarah-perumusan-pancasila, bahwa pikiran pertama ditawarkan oleh Muhammad Yamin, pada tanggal 29 Mei 1945, lalu 2 hari kemudian tanggal 31 Mei, rapat kembali digelar, Soepomo juga menyodorkan idenya. Sampai pada tanggal 01 Juni, Bung Karno berpidato dan sepakat mengusulkan lima sila. Bahkan diskursus itu berlanjut sampai 18 Agustus 1945.  Yang melahirkan teks yang  utuh dan final adalah sebagai berikut:

1. Ketuhanan yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Olehnya itu, dengan mencintai Pancasila, anda telah menghargai dan menghormati perjuangan para pahlawan yang telah gugur mendahului kita. Mereka diantaranya:
1. Ir. Soekarno
2. Mohammad Hatta
3. Abikoesno Tjokroseojoso
4. Agus Salim
5. Wahid Hasjim
6. Mohammad Yamin
7. Abdul Kahar Muzakir
8. Bapak AA Maramis
9. Achmad Soebardjo

Bagian 2 “jejak lahirnya Pancasila”

Pancasila terlahir dari sebuah proses yang panjang, banyak tokoh yang terlibat di saat itu 1945. Perumusannya diawali dengan membentuk Badan Penyidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dalam bahasa Jepang disebut “Dokuritsu Junbi Cosakai”. BPUPKI dibentuk pada 1 Maret 1945. Yang beranggotakan diantaranya:

Ir. Soekarno
Mohammad Hatta
Abikoesno Tjokroseojoso
Agus Salim
Wahid Hasjim
Mohammad Yamin
Abdul Kahar Muzakir
Bapak AA Maramis
Achmad Soebardjo

Sidang pertama diadakan pada 29 Mei hingga 1 Juni 1945. Sidang itu dipimpin oleh Ketua BPUPKI untuk membahas dasar negara, wilayah negara, kewarganegaraan, dan rancangan undang-undang dasar. Sementara sidang kedua dilaksanakan pada 10-17 Juli 1945 yang membahas bentuk negara, wilayah negara, kewarganegaraan, undang-undang dasar, ekonomi, keuangan, pembelaan, pendidikan dan pengajaran.

Dalam sidang tersebut tiga tokoh sentral yaitu Mohammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno, mengusulkan poin-poin dasar negara.
Mohammad Yamin menyampaikan pikirannya tentang dasar negara Indonesia pada pidato to tanggal 29 Mei 1945. Secara lisan ia menyodorkan 5 dasar negara yaitu;
1. Peri kebangsaan.
2. peri kemanusiaan.
3. Peri ketuhanan.
4. Peri kerakyatan, dan
5. Kesejahteraan rakyat.

Yamin kemudian juga mengusulkan rancangan tertulis 5 dasar negara yang merupakan gagasan tertulis rancangan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia:
Ketuhanan Yang Maha Esa
Kebangsaan Persatuan Indonesia
Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Kemudian Seopomo juga mengusulkan dasar negara yang disampaikan pada sidang 31 Mei 1945, yakni:
1. Paham Persatuan.
2. Perhubungan Negara dan Agama.
3. Sistem Badan Permusyawaratan.
4. Sosialisasi Negara.
5. Hubungan antar Bangsa yang Bersifat Asia Timur Raya.

Selanjutnya di hari terakhir sidang BPUPKI, 1 Juni 1945, Soekarno mengusulkan dasar negara yang terdiri dari 5 poin dan dinamakan Pancasila:
1. Kebangsaan Indonesia.
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan.
3. Mufakat atau Demokrasi.
4. Kesejahteraan Sosial.
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan.

Seluruh usulan dari ketiga tokoh bangsa Indonesia tersebut kemudian ditampung dan dibahas dan dirumuskan oleh Panitia Sembilan yang dibentuk BPUPKI. Mereka kemudian merumuskan naskah Rancangan Pembukaan UUD yang bernama Piagam Jakarta atau Jakarta Charter pada 22 Juni 1945. Isi dari Piagam Jakarta sebagai berikut ini:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam. permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Namun, Piagam Jakarta bukan merupakan bentuk final dari dasar negara Indonesia. Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) terus berlanjut, pada tanggal 18 Agustus 1945, merupakan sidang yang juga penting dalam sejarah lahirnya Pancasila.  Pada sidang itu, sila pertama yang semula berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Dengan perubahan tersebut, isi dari Pancasila menjadi:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa,
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3. Persatuan Indonesia,
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pada sidang PPKI tersebut, Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara “ideologi” negara Indonesia. Juga sebagai hari Lahirnya Pancasila ditetapkan pada tanggal 1 Juni dan menjadi libur nasional. Baca, https://caritahu.kontan.co.id/news/sejarah-perumusan-pancasila. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *