Opini : Kekerasan Seksual 

Sirli Saputri Habib Abdulracman
Sirli Saputri Habib Abdulracman

Oleh : Sirli Saputri Habib Abdulracman

Mahasiswa (Unkhair) Kota Ternate
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

“Kekerasan seksual hanya lahir dari jiwa-jiwa yang sakit dan birahi-birahi rendahan sehingga keinginannya hanya menghamburkan syahwat dengan cara binatang, diluar nalar logic dan nalar kemanusiaan”.

Bacaan Lainnya

Maluku Utara salah satunya yang paling rawan dengan kekerasan seksual, dalam bentuk fisik maupun psikis, dalam terminologi bahasa Arab kontemporer, kekerasan seksual dikenal dengan istilah “at-taharrusy al-jinsi”.

Secara etimologi at-tahrrusy bermakna mengelorakan permusuhan (at-tahyiij), berbuat keruskan (al-ifsad), dan menimbulkan kerusakan, kebencian dan permusuhan al-igra. Sedangkan secara terminologi adalah setiap ungkapan dan tindakan seksual yang digunakan untuk menyerang dan mengganggu pihak lain.

Alquran melarang pelecehan seksual baik fisik maupun non fisik. Alquran menyebut pelecehan seksual baik fisik maupun non fisik sebagai “ar-rafast” dan “fakhisyah”. Menurut mufassirin al-rafast adalah al-ifhasy kalam atau ungkapan-ungkapan keji terhadap perempuan yang menjerus kepada seksualitas.

Kekerasan ini sebagai pemicu terjadinya peingkatan problem hingga di setiap lapisan daerah bahkan tidak pernah habis untuk dituntaskan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat itu sendiri sehingga korban yang tadinya “sedikit” semakin hari semakin bertambah jumlahnya, dan yang paling rentan terjadi pada perempuan.

Memang benar adanya siapapun bisa menjadi korban, dari mulai anak sekolah hinga orang dewasa. Misalkan pelaku kekerasan bisa dengan modus baru sekarang ini di Dunia Maya, seperti diungkap oleh Bareskrim Polri yang dikenal dengan istilah Grooming.!

Kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat dari tahun ke tahun, hingga sekarang tercatat mencapai 10. 247 pada tahun 2022, dan kebanyakan adalah kasus kekerasan seksual itu sendiri, sering kali kita melihat kritikan, cemohan, atau apapun itu yang merujuk pada korban dan juga pelaku, tetapi hal paling subtansial dari itu adalah bagaimana menciptakan langkah soluktif untuk menghilangkan.

Jika tidak bisa menghilangkan minimal mengurangi hal yang tidak diinginkan kemudian terjadi kembali, tetapi banyak dari kita terlalu tersorot pada apa yang dilakukan, sehingga tidak kritis dalam mengatasi hal – hal seperti kekeresan seksual, fisik dan psikis itu meredah, untuk itu mari merangsang akal agar tetap sehat, tekun dan berpendirian hinga tidak gampang terbujuk rayu oleh pikiran yang menewaskan kita dalam jeruji kesengsaraan. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *