Permintaan Tinggi, Persediaan Nikel Mentah di Gudang ShFE Anjlok 89 Persen

Tambang Nikel

JAKARTA – Asal tahu saja, nikel adalah salah komponen untuk membuat stainless steel. Setelah berbagai negara bebas dari karantina wilayah (lockdown) untuk meredam pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), permintaan produk ini melesat.

Saat permintaan tinggi, pasokan nikel justru merosot. Persediaan nikel mentah di gudang ShFE anjlok 89% dari awal tahun menjadi 4.455 ton. Begitu juga dengan stok di gudang LME yang jatuh menyentuh angka terendahnya sejak Januari 2020 yaitu 194.466 ton.

Pada saat bersamaan, ekspansi mobil listrik juga dongkrak permintaan nikel global hingga 18% di 2021 dari tahun lalu. Nikel juga menjadi komponen penting dalam pembuatan baterai mobil listrik. Sehingga membuat harga nikel meningkat pada bulan Agustus 2021.

Bacaan Lainnya

Dikutip dari CNBC Indonesia, melesatnya nikel ini menurut lembaga riset Wood Mackanzie, ke depan masih ada tantangan untuk nikel karena seruan pengurangan produksi stainless steel di China saat ekonomi mulai melemah. Kekurangan chip semikonductor untuk otomotif juga bisa mengganggu permintaan nikel pada kuartal-IV 2021 hingga 2022.

Wood Mackanzie memperkirakan harga nikel akan jatuh ke US$ 18.000/ton pada kuartal-IV ini dari US$ 19.050/ton pada kuartal sebelumnya.

Masih Ada Sentimen Positif untuk Nikel

Sentimen positif yang masih menjadi katalis pendorong saham-saham nikel adalah terkait proyek komponen baterai kendaraan listrik yang masih terus menjadi fokus pemerintah.

Cita-cita ini menjadi kian nyata dengan berdirinya holding BUMN baterai bernama Indonesia Battery Corporation (IBC) atau PT Industri Baterai Indonesia. IBC ini ditargetkan membangun industri baterai terintegrasi dari hulu hingga hilir.

Direktur Utama PT Industri Baterai Indonesia Toto Nugroho menargetkan pada 2026 mendatang RI sudah bisa memasarkan baterainya di pasar internasional.

Dia menjelaskan, tahun ini pihaknya akan melakukan kajian secara mendetail untuk pembentukan perusahaan patungan atau joint venture (JV) dengan masing-masing calon mitra. Kemudian, pada 2022 dan 2023, akan mulai mengembangkan dari sisi pertambangan.

“Tahun 2025 atau 2024 akhir mendapatkan baterai dari produksi Indonesia langsung, bisa untuk konsumsi domestik dan ekspor,” paparnya dalam diskusi bertema ‘Building EV Ecosystem in Indonesia’, Rabu (25/08/2021).

Sebagai informasi, IBC ini dimiliki oleh empat BUMN sektor pertambangan dan energi, yakni Holding BUMN Industri Pertambangan MIND ID (PT Indonesia Asahan Aluminium/Inalum), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero).

Selain itu, wujud keseriusan pemerintah menggarap industri nikel ditandai juga dengan adanya sejumlah proyek pengolahan dan pemurnian (smelter) komponen baterai, tepatnya smelter nikel berteknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL), tengah dibangun di Indonesia.

Tak main-main, total investasi untuk enam proyek bahan baku komponen baterai di Tanah Air ini diperkirakan mencapai US$ 6,25 miliar atau sekitar Rp 91 triliun (asumsi kurs Rp 14.500 per US$).

Sejurus dengan itu, pemerintah juga telah memutuskan untuk menghentikan ekspor bahan mentah nikel sejak tahun lalu untuk fokus pada hilirisasi nikel dalam negeri.

Kabar teranyar, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut bahwa dihentikannya ekspor bahan mentah untuk nikel sejak 1 Januari 2020 telah menunjukkan hasil positif bagi perekonomian negeri ini.

Dia menyebut, ekspor besi baja dalam paruh pertama tahun ini telah menembus US$ 10,5 miliar atau sekitar Rp 152 triliun (asumsi kurs Rp 14.500 per US$).

Hal tersebut dikemukakan Jokowi saat memberikan pengarahan dalam Sarasehan 100 Ekonom dengan tema Penguatan Reformasi Struktural Fiskal dan Belanja Berkualitas di Tengah Pandemi yang digelar INDEF dan CNBC Indonesia secara virtual, Kamis (26/8/2021).

“Hilirisasi, sudah kita mulai stop ekspor bahan mentah nikel, kemudian semuanya harus dihilirisasi. Hasilnya, mulai kelihatan. Ekspor besi baja kita, dalam setengah tahun ini sudah berada sekitar US$ 10,5 miliar,” ungkap Jokowi.

Dia mengatakan, dengan suksesnya hilirisasi nikel saat ini, maka dirinya akan mendorong hilirisasi komoditas lainnya, seperti bauksit, emas, tembaga, hingga minyak sawit (CPO).***

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *