Wacana Skema 3 Capres Tanpa Ajak Demokrat dan PKS di 2024

PDI-P saat merayakan kemenangan di Pilpres Tahun 2019.|| Foto : (Istimewa).

Jakarta – Pertarungan Pilpres 2024 memang terbilang masih tiga tahun lagi, namun skema kekuatan yang akan bertarung di Pilpres 2024 sudah muncul ke publik. Skema di 2024 yang kini muncul itu adalah Partai Demokrat dan PKS tak diajak dalam koalisi pertarungan.

Dilansir dari detikcom, Selasa (24/8/2021), skema di Pilpres 2024 ini ramai dibicarakan di media sosial. Dalam skema itu, awalnya dipetakan dulu kursi tujuh partai di parlemen yang disebut mendukung pemerintah Presiden Jokowi, sebagai berikut:

PDIP= 128 kursi
Golkar= 85 kursi
Gerindra= 78 kursi
Nasdem= 59 kursi
PKB= 58 kursi
PAN= 44 kursi
PPP= 19 kursi

Bacaan Lainnya

Sedang Partai Demokrat yang memiliki 54 kursi dan PKS 50 kursi di DPR disebut berada di luar pemerintah Presiden Jokowi. Jika dipersentasikan, koalisi partai pendukung Presiden Jokowi itu sama dengan 82%, sedangkan Demokrat dan PKS jika digabungkan hanya 15%.

Umam menyoroti skema yang menggabungkan kekuatan tiga partai berbasis umat Islam yakni PPP, PKB, dan PAN. Sementara PKS, yang juga merupakan partai berbasis umat Islam, tak dimasukkan dalam skema kekuatan itu.

“Salah satu indikasinya, hal itu ditunjukkan oleh disatukannya 3 partai beridentitas partai Islam atau partai berbasis umat Islam seperti PKB, PAN, PPP, dan meng-exclude PKS,” ujarnya.

Padahal, menurut Umam, PKS merupakan partai yang punya potensi besar meraup suara dari basis umat Islam. Sedangkan menggabungkan PKB dan PAN juga dinilai tak beralasan, sebab kedua partai itu memiliki basis massa yang berbeda.

“Sementara jika identitas Islam yang hendak ditampilkan, maka PKS berpotensi aktor besar dalam menggarap kelompok Islam, utamanya kalangan konservatif. Lagi pula, meng-exclude PKS namun memasukkan PKB dan PAN yang keduanya memiliki latar belakang sosial kultural yang berbeda, dari basis NU dan Muhammadiyah, menjadi lebih kurang make sense,” ucapnya.

Untuk partai yang di luar basis umat Islam, Umam menyoroti terpentalnya Partai Demokrat dengan hubungan baik Partai Golkar. Menurut Umam, justru Partai Demokrat dan Golkar intens ‘di balik layar’.

“Di sisi lain, di belakang panggung, komunikasi politik Demokrat dengan Golkar juga cukup baik,” imbuhnya.

“Semuanya masih bisa saja terjadi. Anggapan adanya 3 capres itu memang dimungkinkan menurut UU. Hanya saja bangunan koalisi ke depan masih sangat cair,” ujar Awiek.

“Memang kami akui ada beberapa komunikasi intens para pimpinan parpol. Misalnya, koalisi poros Islam ada juga yang mendorong ke arah sana. Yang jelas PPP+PAN itu sudah lebih 10% dan menjadi signifikan untuk menentukan koalisi. Hanya saja, kami belum mengarahkan ke paket koalisi,” sambungnya.

Sementara itu, pertemuan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dengan Sekjen Gerindra Ahmad Muzani menghasilkan dua poin kesepakatan. PDIP dan Gerindra bersepakat terus memberikan dukungan kepada pemerintahan Presiden Jokowi dalam menangani pandemi Corona.

“Kami berdua juga berpendapat yang sama bagaimana di tengah konsentrasi dari pemerintahan Presiden Jokowi dalam mengatasi pandemi ini diperlukan gotong royong seluruh komponen bangsa, semua partai politik, seluruh elemen bangsa wajib mengedepankan energi positif ini,” kata Hasto dalam konferensi pers usai pertemuan.

“Dengan begitu, berbagai tensi politik yang tidak perlu, contohnya perubahan UU Pemilu, UU Partai Politik, dan kita fokus untuk mengatasi pandemi ini,” imbuh.

Partai NasDem sebelumnya memastikan hingga kini terus menjalin komunikasi dengan Partai Golkar terkait Pilpres 2024. NasDem mengaku memiliki kesamaan dengan Golkar.

“Ya kita komunikasinya intensif dengan Golkar karena kita punya persamaan platform sampai ada sisi historisnya itu kita lakukan secara intensif,” kata Ketua Badan Penenangan Pemilu (Bappilu) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai NasDem Saan Mustopa di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (3/6) lalu.***

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *