Mengenal Tragedi Berantai di Halmahera

Foto: Awan Malaka

“Dari sekian misterinya tragedi berantai, Indonesia dicatat memelihara kejahatan paling dominan dibanding negara-negara separatis dan barbarian”

Oleh: Awan Malaka

(Camerad SAMURAI Maluku Utara)

Bacaan Lainnya

 

Berbagai macam kasus pembunuhan yang lebih dari satu orang korban, lebih dari satu orang pelaku, dan bahkan lebih dari satu kasus dengan model peristiwa yang nyaris sama.

Karena lebih dari ketakwajaran tindakan kriminal maka penulis menyebutkan sebagai pembantaian massal, sebutan lainnya adalah tragedi. Dan hal ini terjadi di Halmahera Tengah dan Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara.

Model peristiwa dan rekam jejak kasus pembunuhan di Halmahera nyaris sama dengan tragedi pembunuhan Tan Malaka di medan gerilya saat mempertahankan tana air di republik ini, seperti Marsinah diperkosa dan dibunuh ditengah mengangkat harga diri kaum buruh, dan sejumlah tokoh-tokoh muda di republik ini yang dilatar belakangi sebagai petani, nelayan, dan buruh yang kesemuanya dibunuh tanpa jejak (pelaku tidak diungkap oleh Negara).

Dari sekian misterinya tragedi berantai, Indonesia dicatat memelihara kejahatan paling dominan dibanding negara-negara separatis dan barbarian.

Padahal di mata dunia, Indonesia terhitung sebagai negara yang memiliki tingkat kemanusiaan yang tinggi selain Mahatma Gandhi di India. Kemanusiaan dijunjung tinggi karena dilain sisi sebagai pedoman bangsa yang termaktub dalam Pancasila.

Lantas bagaimana dengan deretan kasus pembantaian di Indonesia mulai dari orde lama, orde baru, reformasi, hingga saat ini yang teridentifikasi status korban hampir 100 persen adalah petani, nelayan dan buruh.

Di Maluku Utara terutama Halmahera Tengah. Jauh sebelum mengenal kasus pembunuhan tiga warga di Kali Gowonle, kita pun dikagetkan dengan kasus pembunuhan satu Warga di kawasan SMA N 1 Halteng pada Tahun 2006, yang pelakunya tak kunjung terungkap hingga sejauh ini.

Bahkan lebih sadisnya, ada kasus yang cukup tersembunyi dibalik publik yaitu kasus hilangnya 11 Warga di antara perairan Kecamatan Weda dan Kecamatan Weda Timur, Halmahera Tengah pada tahun 2012. Dari kasus tersebut pun hingga sejauh ini korban dan pelaku sama-sama tidak diungkap oleh Negara.

Parahnya, kasus yang menggegerkan publik di seantero ialah tragedi pembantaian tiga warga di Kali Gowonle, Kecamatan Patani Timur dan tragedi berantai di Kali Waci dan Getowasi Maba Selatan Halmahera Timur.

Kasus di Patani Timur cukup mengejutkan, menyedihkan, karena baru pertama kalinya terjadi di Hutan Patani. Sebab, tidak ada sejarah orang Patani Halmahera dibunuh di belantara hutan, kecuali tragedi deretan di Kali Waci Halmahera Timur.
Dari jumlah kasus pembunuhan di Halmahera korbannya adalah Petani. Istilah Marx adalah masyarakat kelas bawa. Dalam persepektif ekonomi politik Karl Marx, jelas bahwa negara jadikan masyarakat kelas bawa sebagai kepentingan klas ekonomi. Situasi ini tentunya kapitalisme mendapat posisi teratas dibanding negara sebagai aktor eksekutif.

Tragedi Kali Waci:

Tragedi di Halmahera Timur pun menjadi perhatian khusus di pelbagai kalangan, karena selalu terjadi di setiap tahun dengan durasi waktu yang tidak lama. Berdasarkan data dari FPUK Maluku Utara, terkait kasus pembunuhan berantai Halmahera Timur sebelumnya terjadi pada Tahun 1985, 2013, 2016, 2019 dan 2022. Dari deretan kasus yang terjadi di kawasan perkebunan Petani ini pelakunya tidak diungkap.

Di tahun 2019 tercatat 14 pelaku yang terekam namun pihak kepolisian hanya menangkap 6 orang dan 8 orang terdaftar sebagai DPO. 8 DPO yang sementara jadi buronan dari tahun 2019 hingga sejauh ini dibiarkan bebas hingga melakukan tindakan kesekian kalinya pada tahun 2022 kemarin. Dan dinyatakan satu orang tewas meninggal dunia tepat di kebun Petani Desa Getowasi.

Tragedi Kali Gowonle:

Tragedi Gowonle terjadi pada Sabtu 20 Maret 2021, sekira pukul 15.30 WIT atau 16.00 WIT, bertempat di Sibauli Kali Gowonle, belantara hutan Patani Timur, Halmahera Tengah.

Dalam peristiwa tersebut dinyatakan tiga warga tewas meninggal dunia dengan kondisi tubuh yang cukup menyakitkan publik, terutama keluarga korban. Berikut korban di antaranya adalah Alm. Hj. Masani asal Desa Masure, Kecamatan Patani Timur, Alm. Risno Muhlis asal Desa Makean Soma, Kecamatan Malifut, Yusuf Kader asal Desa Tepeleo, Kecamatan Patani Utara.

Hal ini sungguh menyentuh perasaan dan sangat menyakitkan lantaran tubuh mereka nampak terlihat hancur. Di penggal putus, dibela dua, dada disayat habis dengan benda sajam, kaki dan tangan dicincang, dan salah satu tubuh korban ditusuk oleh benda logam berbentuk linggis di bagian leher hingga dimasukkan kedalam perut.

Refleksi singkat ini tak sekedar kata untuk dijadikan propaganda liar, dan atau tidak bermaksud memukul psikologi keluarga korban atas peristiwa tersebut, melainkan ini sebuah catatan buruk pada sejarah yang mengharuskan kita untuk terus menuntut keadilan.

Berdasarkan kronologi singkat atas kasus Gowonle, terhitung ada 7 orang pergi ke hutan tepat di kali Gowonle dengan tujuan mendulang emas. Setiba di kali Gowonle tak lama berselang tiba-tiba mereka diserang oleh OTK yang diduga lebih dari satu orang. Dalam peristiwa tersebut tiga orang berhasil dibunuh dan 4 orang selamat termasuk salah satu anggota TNI.

Negara dan Keadilan:

Negara itu berfungsi untuk menjawab tuntas peristiwa yang berkaitan dengan kriminal atau tindakan yang berlawanan dengan hukum. Lantas bagaimana dengan kasus pembunuhan kali Gowonle dan deretan kasus di Halmahera yang pelakunya dibiarkan melakukan aktifitas liar di belantara.

Kita mengakui bahwa perjalanan semua korban yang berujung sakratul maut ini merupakan kehendak Tuhan yang tak bisa dipungkiri karena kuasaNya. Tapi kita (Manusia) yang diberi potensi dalam diri ini tak berarti bersikap magis melihat peristiwa seperti itu dengan mengucap bahwa “kita serahkan pada yang kuasa karena dialah kita dihidupkan sekaligus memberi jalan kematian”. Bukan menolak, melainkan sebagai manusia, tentunya memiliki perasaan kemanusiaan dan potensi yang diwajibkan untuk bersikap kritis terhadap lingkungan manusia, apalagi ini soal nyawa yang dirampas oleh manusia itu sendiri.

Perampasan nyawa merupakan tindakan kriminal yang mesti dilawan dengan hukum. Soal keamanan dan ketertiban, negara telah mempersiapkan lembaga penegak hukum yang diberi tugas menegakkan keadilan.

Ataukah, berkaitan dengan sumber daya alam yang berada di Halmahera ini hingga pemilik tanah maupun perkebunan harus dibunuh secara bertahap?. Sehingga yang dibunuh kenapa harus Petani?. Karena itu, pertanyaannya kenapa salah satu anggota TNI yang terlibat dalam kasus pembunuhan kali Gowonle sepaska mayat korban di evakuasi, anggota tersebut langsung keluar daerah konon katanya mengikuti pendidikan. Sementara dirinya adalah korban selamat (saksi mata) yang mesti memberi keterangan dan atau dibuat pendalaman sekaligus bertanggungjawab karena dirinya sebagai aparat keamanan yang bertugas mengayomi masyarakat.

Hal ini persis seperti Tan Malaka ditembak mati atas keterlibatan TNI melalui perintah atasan. Dan kasus ini berhasil diungkap oleh salah seorang sejarawan asal Belanda, Harry A. Poeze.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *