Sebut Sungai Sagea Tercemar Bukan Karena Tambang, HMI: Sesalkan Pernyataan DLH Maluku Utara 

Sungai di Kawasan Boki Maruru, Desa Sagea, Kecamatan Weda Utara, Halmahera Tengah.(Ist).
Sungai di Kawasan Boki Maruru, Desa Sagea, Kecamatan Weda Utara, Halmahera Tengah.(Ist).

Beritadetik.id — Himpun Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ternate menyesalkan pernyataan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Maluku Utara.

Pasalnya, laporan instansi terkait yang mengklaim pencemaran dan perubahan warna air di sungai Sagea, Kabupaten Halmahera Tengah, selama hampir 1 bulan ini bukan akibat dari operasi perusahaan tambang.

DLH berkesimpulan pencemaran itu terjadi karena adanya longsor di dalam Gua Boki Maruru.

Bacaan Lainnya

Ketua Bidang SDA dan Lingkungan Hidup HMI Cabang Ternate, Yusril Buang mengatakan, pihaknya melihat ada upaya pembelaan yang dilakukan DLH terhadap lima perusahaan yang beroperasi di hulu sungai Sagea.

“Itu dibuktikan dengan pernyataan DLH sendiri yang mengatakan belum ada riset mendalam tentang penyebab keruhnya sungai Sagea, tapi DLH sudah berani menyampaikan klaimnya dihadapan publik bahwa tercemarnya sungai Sagea disebabkan karena terjadinya longsor didalam sungai Boki Maruru,” tegas Yusril, Kamis (7/9).

Menurut dia, DLH harusnya lebih objektif dalam menanggapi persoalan kerusakan lingkungan di Sagea. Sebab di sana ada ribuan nyawa yang bergantung hidup pada sungai tersebut. Terlebih lagi, ekosistem dan keragaman hayati yang turut mati dikarenakan perubahan warna pada sungai juga laut yang menjadi tumpuan hidup masyarakat ikut terdampak kerusakan.

“Toh kenapa pemerintah dalam hal ini DLH provinsi sebagai representasi masyarakat belakangan ini semacam tidak memperhatikan hajat hidup masyarakatnya, tapi lebih cenderung membela perusahaan perusak lingkungan,” ungkap dia.

Berdasarkan informasi yang HMI dapatkan dari masyarakat sekitar sungai Sagea, bahwa DLH melalui tim terpadu yang berangkat melakukan riset pencemaran ini terkesan cuma jalan-jalan. Sebab, lantaran cuaca tidak mendukung, tim ini pun tidak mencapai lokasi yang di indikasi ada pembukaan lahan tambang.

“Jadi DLH jangan sembarangan ambil kesimpulan!,” tegasnya lagi.

Pihaknya, kata Yusril, juga menilai bahwa DLH Provinsi Maluku Utara maupun DLH Kabupaten Halmahera Tengah tidak mengikuti mekanisme atau prosedur yang ditetapkan dalam regulasi.

Upaya DLH provinsi dan kabupaten yang membentuk tim terpadu itu dalam hukum lingkungan disebut dengan upaya pre-emtif.

Dimaksudkan dengan upaya upaya pre-emtif, karena mereka harus melakukan penelitian yang melibatkan masyarakat, LSM, akademisi, pegiat lingkungan dan elemen lain yang memiliki keahlian dan menjadi korban dari kerusakan lingkungan dalam suatu wilayah.

“Namun yang terjadi di lapangan keluar dari mekanisme di atas, upaya pre-emtif yang dilakukan oleh DLH provinsi dan kabupaten tidak melibatkan elemen lain, tim tersebut hanya terdiri dari DLH provinsi dan kabupaten,” jelas dia.

Sebab itu pula, DLH Provinsi Maluku Utara, lanjut Yusril, patut dituding tidak memahami mekanisme penyelesaian sengketa lingkungan, karena hanya berdasarkan dengan penulusuran sepihak lalu mengambil kesimpulan yang dinilai sangat kontroversial.

“Sungguh naif, belum ada riset yang jelas tapi DLH sudah berani mengambil kesimpulan sementara,” kata dia.

Yusril bilang, harusnya DLH sebagai lembaga pemerintahan yang punya fasilitas dan anggaran yang besar tidak menyampaikan sesuatu di hadapan publik dengan basis data yang tidak lengkap. Apalagi ini menyangkut persoalan masyarakat banyak yang dihimpit oleh kerusakan sosial-ekologi dan ekonomi.

DLH pun harusnya tidak boleh main-main, karena kerusakan dan pencemaran sungai di Sagea ini jika dilakukan pembiaran dari pemerintah, maka ini akan masuk sebagai kategori pelanggaran terhadap hak asasi manusia.

Pada tahapan itu, lanjut dia, HMI Cabang Ternate akan mengambil langkah hukum agar pelaku perusak lingkungan dan pelaku pelanggaran hak asasi manusia itu diberi efek jera.

Selain itu, pemerintah melalui DLH harusnya sudah mengambil langkah represif. Perusahaan perusak lingkungan harus diberi sanksi tegas karena sudah terlalu bandel dan tidak memikirkan kehidupan masyarakat lingkar tambang.

“HMI Cabang Ternate akan terus mengawal, jika terjadi pembiaran kami pastikan Kantor Gubernur Maluku Utara akan digeruduk oleh ribuan kader HMI Cabang Ternate,” pungkasnya.(tim/red).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *