“Buruh Bukan Budak”

     Oleh: Awan Malaka 
(Camerad Samurai Maluku Utara).

“Perusahan jangan mengalienasikan buruh yang berpotensi buruh itu sendiri kehilangan eksistensi sebagai manusia. Sebab seorang buruh bukanlah benda, bukan pulah budak. Karena itu, hasrat buruh menginginkan kemerdekaan dan kesejahteraan”.

Manusia adalah homo spesis yang pada hakikatnya adalah kerja. Karena itu, manusia layaknya harus bergerak. Sebab diam adalah dosa.

Pokok manusia yang paling sentral dalam diri manusia adalah mendengungkan kemerdekaan dan kesejahteraan. Olehnya itu kebebasan berpikir dan bertindaklah merupakan sarana bagi manusia untuk bereksistensi dalam dunia nyata menuju esensi sebagai tujuan hidup.

Bacaan Lainnya

Berkenan dengan eksistensi yang di gambarkan oleh Martin Heideger, bahwa manusia itu bukan binatang yang hanya mengandalkan naluri belaka. Namun manusia merupakan bagian integral dimensi sosial yang memiliki potensi akal untuk berfungsi sebagai manusia yang terus bergumam mencari jati diri yang sesungguhnya.

Kembali lagi pada hakikatnya. dalam kutipan manusia menurut “Andi Muawiya Ramly”, bukunya tentang Peta Pemikiran Kar Marx. Bahwa pada dasarnya manusia harus bekerja, tak mestinya diam dan menunggu. Dalam hal ini, Manusia yang bekerja tentu iya memiliki kebutuhan pokok untuk menata hidupnya. Selain itu, manusiapun memiliki hak untuk bebas dan merdeka secara manusiawi dan juga berjiwa sosialis.

Berbagai macam ragam dan perbedaan manusia dalam menata hidupnya. mulai dari aspek cara berpikir, serta bertindak (posisi kerja). Identifikasinya sebagai profesi kerja, sebut di antaranya adalah nelayan, petani, pengusaha, guru, buruh, dll.

Di sini, penulis cenderung menguraikan dengan singkat posisi buruh yang ada di Indonesia. Konsentrasinya soal buruh perusahaan yang ada di PT.IWIP yang beroperasi di Halmahera Tengah (Halteng), Maluku Utara.

Mumpun kita saksikan secara langsung melihat aktivitas Kariyawan/ teman-teman buruh yang berburuh di PT.IWIP demi keberlangsungan hidup.
PT.IWIP adalah salah satu pertambangan industri berskala dunia miliki cina. Posisi inilah, sehingga di perhitungkan serta di akui sebagai perusahan terbesar ke dua di Asia.

Dari kapasitas PT.IWIP tentu kita bisa membayangi bahwa buruh sudah seratus persen sejahtera secara ekonomis, dan bebas merdeka dari segala aspek kehidupan. Terutama buruh lokal yang ada di daerah setempat. (Halteng), Maluku Utara.

Berangkat dari tahun 2019 awal mula operasi PT.IWIP sampai tahun 2020 kemarin. Di perkirakkan dua tahun itu, kita di kabarkan melalui media/informasi, ternyata sangat mengejutkan dan sedih jauh dari harapan bahwa ada beberapa Kariyawan yang tergilas oleh alat-alat berat, baik dalam lokasi kerja maupun di luar lokasi. Hal ini tidak menutup kemungkinan, PT.IWIP masi di anggap amburadul dalam manajemen. (Anggap Enteng).

Satu hal yang di perhatikan oleh sebagian buruh dan kalangan aktivis mahasiswa, aktivis AMAN, adalah hak kebebasan buruh yang sengaja di eksploitasi oleh pihak perusahaan, serta ekspansi liar di hutan Halmahera untuk melakukan eksploitasi masif atas tanah milik masyarakat adat.

Melalui tulisan singkat ini, penulis kembali menorehkan perjalan piluh bagi pihak PT.IWIP yang menjadikan buruh sebagai budak. Itulah sebabnya, kebebasan buruh tidak di utamakan oleh pihak terkait. Lebih-lebih Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) yang konon sebagai instrumen organisasi untuk mengakomodir kepentingan buruh, Baik dari segi keselamatan, kesejahteraan, kesehatan, dll.

Namun sayang sekali, SPSI PT.IWIP tidak demokratis. Bahkan ironisnya SPSI tidak berfungsi menjalankan tugas sebagai organisasi yang memperhatikan kepentingan buruh. Hal yang terjadi di sana, terbalik. SPSI malah menjadi jantung PT IWIP untuk menghidupkan pemilik perusahan. Sederhananya, SPSI turut menjadi kaki tangan kapitalisme (PT.IWIP) untuk memperpanjang penindasan terhadap buruh demi kepentingan sepihak. Aneh, Buruh di jadikan sebagai objek eksploitasi.

Berdasarkan data, melalui cerita salah satu buruh lokal yang posisi kerjanya di bagian feronikel. Hadri namanya. Menurutnya, posisi kami di bagian feronikel sangatlah menakutkan. Di sana, kerja kami adalah pembakaran tanah merah menjadi hasil yang tentu membutuhkan sedikit nyali, serta perlengkapan seragam untuk menghindari kepanasan dan mengantisipasi keselamatan dalam bekerja. Apabila posisi kami ini tidak di perhatikan dengan serius, maka akan memakan korban yang tidak wajar. Ungkap Adi dengan nada yang sedih.

Tambahnya, buruh PT.IWIP juga tidak sepenuhnya di berikan hak dan kebebasan. Sebut saja diantaranya adalah keluarga buruh ketika berduka, pihak perusahaan hanya berikan waktu libur 3/4 hari. Kalau sudah lewat dari waktu yang di tentukan oleh pihak perusahaan, maka tidak menutup kemungkinan buruh tersebut di berikan Surat Peringatan (SP).

Apabila satu 1/2 terus mendapatkan SP, maka yang ada di PHK. Toleransinya, buruh melanjutkan kerja namun upah di potong sedemikian nilai. Belum juga soal buruh yang menjalankan ritualisasi keagamaan, buruh perempuan soal cuti haid, dan perihal lainya yang tidak di perhatikan oleh pihak perusahaan (PT.IWIP).

Senada dengan sejarah buruh di zaman Marx. Karl Marx, salah satunya yang mendengungkan revolusi kaum buruh dengan seperangkat ideologi sosialisme yang di kumandangkan di saat terjadi maraknya kaum buruh yang di eksploitasi masif oleh perusahan (Kelompok Kapitalisme).

Barangkali catatan ini tidak sepenuhnya mengurai kembali sejarah buruh, namun berdasarkan fakta terkait buruh PT.IWIP yang dewasa ini masih tergilas, tertindas, sederhananya belum sejahtera 100 %.

Pokok seorang buruh adalah kerja. kerja untuk menafkahi keluarga, dan untuk menata hidupnya menjadi manusia yang selalu mendengungkan kesejahteraan secara ekonomis, serta bebas merdeka tanpa penindasan atas sistem kapitalis (Perusahaan).

Jika logika kapitalisme menjadikan kaum proletar sebagai akumulasi nilai kerja, maka yang ada adalah perusahaan menjadikan buruh sebagai benda mati yang se enaknya di atur tanpa pertimbangan kemanusiaan. Hal ini tentu berlaku demi mengejar laba perusahan. maka yang ada, buruh di tetapkan sebagai budak dalam sistem kapitalistik (Perusahan).

Mestinya kita buat evaluasi kembali terhadap pihak perusahan/PT.IWIP. bahwa buruh bukanlah budak yang dengan mudah di atur oleh sistem yang tak berpihak pada buruh itu sendiri. Karena itu, Posisi seorang buruh tak perlu di perdebatkan lagi dari berbagai macam ragam perspektif/ pemahaman.

buruh yang menghantarkan tenaganya dalam perusahan, itu di sebabkan beberapa indikator yang di cita-citakan secara manusiawi. bukan mengantarkan dirinya sebagai objek yang siap di eksploitasi oleh pihak perusahan atas dasar paham modal (kapitalisme).

Olehnya itu, perusahan jangan mengalienasikan buruh yang berpotensi buruh itu sendiri kehilangan eksistensi sebagai manusia. Sebab seorang buruh bukanlah benda, bukan pulah budak. Karena itu, hasrat buruh menginginkan kemerdekaan dan kesejahteraan.(*).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *