Opini: Hilangnya Semangat Pemuda

Fikram Guraci, Mahasiswa Fakultas Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Unipas Morotai.
Fikram Guraci, Mahasiswa Fakultas Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Unipas Morotai.

Oleh: Fikram Guraci

Setiap bangsa memiliki sejarahnya masing-masing dan tentunya tidak terlepas dari berbagai pergolakan dan kontradiksi dalam berdirinya satu bangsa yang di akui dunia. Indonesia sebagai contoh salah satu negara yang itu memiliki sejarah panjang semenjak 350 tahun di bawah kendali negara asing, perebutan kekuasaan dari masa penjajahan VOC sampai kedatangan fasisme Jepang ke Indonesia telah menjadi sebuah peristiwa yang tidak dapat di lupakan. Karena dari sejarah kita dapat belajar kembali tentang penderitaan yang tidak seharusnya terulang dan di rasakan. Perjuangan tanpa henti oleh parah leluhur kita sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajahan dan membentuk satu kesatuan yang kita kenal sebagai sumpah pemuda, adalah sebuah upaya persatuan dari berbagai organisasi yang ada di beberapa wilayah dan terhimpun untuk menghasilkan satu bentuk persatuan.

Kali ini, kita di pertemukan kembali dengan momentum yang sakral sumpah pemuda setiap tahunnya dan di rayakan semeriah mungkin, sebagai bentuk menghargai sejarah parah leluhur dalam membangun persatuan yang ada di Indonesia. Sehingga tidak jarang kita jumpai raminya orang-orang merayakan momen tersebut dalam bentuk apapun, mulai dari kegiatan di desa-desa, sekolah bahkan sampai di sosial media saat ini.

Bacaan Lainnya

Indonesia masi diwarnai dengan berbagai bentuk perpecahan seperti peristiwa perseteruan antar agama, ideologi bahkan sampai dengan kasus rasisme yang kerap kali terjadi. Maka, dari berbagai persoalan tersebut, dapat disimpulkan bahwa bangsa ini memerlukan peran dan tanggung jawabnya pemuda-pemudi untuk menjaga tali silaturahmi persatuan antar sesama.

Sejarah Singkat Sumpah Pemuda

Perjuangan kemerdekaan tidak terlepas dengan adanya sumpah pemuda, semuanya saling berkaitan. Sumpah pemuda itu sendiri pun tidak lahir begitu saja pada tahun 1928 namun telah ada sebuah rumusan persatuan yang di adakan Kongres Pemuda I 30 April 1926 – 2 Mei 1926, yang di ketuai oleh Muhammad Tabrani bertempat di jakarta dan menjelang tahun ke dua, baru di adakannya kembali Kongres Pemuda II 27 – 28 Oktober 1928, di Jakarta di ketuai juga oleh Joyo puspito. Dari kongres tersebut di hadiri beberapa organisasi perwakilan dari beberapa wilayah yang bertujuan untuk memperkuat semangat persatuan pada waktu itu, sebut saja organisasi-organisasi tersebut adalah Jong Java,  Sumatranen Bond, Jong Ambon, jong batak Bond, Sekar Rukun selain itu juga, tentunya tidak terlepas dari kehadiran organisasi yang berhaluan agamais seperti  Jong Islamieten Bond, Studerende Minahassers dan Pemuda Kaum Theosof. Kongres tersebut bertujuan untuk mempersatukan kelompok-kelompok pemuda dalam semangat persatuan kebhinekaan agar tidak ada perpecahan yang terjadi.

Dari terbentuknya sumpah pemuda yang di deklarasikan pada 28 Oktober 1928  merupakan momen pertama kalinya lagu Indonesia raya di nyanyikan. Lagu yang di ciptakan oleh Wage Rudolf Supratman ini tentunya belum di nyanyikan secara langsung, karena pada waktu itu kondisi Indonesi yang masi di dominasi oleh penjagaan ketat aparatur Belanda saat kongres. Sehingga rasa antisipasi untuk tidak di ketahui Belanda dalam menyanyikan lagu Indonesia raya, mereka memiliki inisiatif lain dengan cara mengunakan biola agar tidak ada rasa kecurigaan dari pihak Belanda dan di anggap sebagai bentuk perlawanan.

Selain dari kongres pemuda pada waktu itu, juga lahir sebuah perkumpulan perempuan. Yang di bentuknya kongres persatuan perempuan pada tanggal 22 sampai 25 Desember 1928 di jogjakarta. Kongres tersebut bertujuan untuk menuntut hak-hak kesetaraan perempuan dalam segi apapun, sehingga terbentuknya persatuan perempuan. Untuk mengenang kongres persatuan perempuan karena bentuk kesadaran mereka terhadap kondisi sosial pada waktu itu kita sering menyebutnya sebagai hari ibu yang jatuh pada tanggal 22 Desember. Lahirnya kongres tersebut bukanlah sebuah persaingan persatuan dengan persatuan pemuda pada 28 Oktober 1928, namun lebih cenderung menjadi sebuah kekuatan dalam menggalang semangat perjuangan tanpa memandang rendah gender. Sehingga mobilisasi perlawanan dapat melibatkan segala komponen masyarakat yang lahir atas persatuan kesadaran kaum tertindas.

Sumpah Pemuda Masa Kini

Sumpah pemuda masa kini, hanya sebuah eforia yang di kembangkan oleh masyarakat dan pemuda. Makna yang terkandung di dalamnya telah hilang bersama lajunya perkembangan zaman di era globalisasi. Bentuk perayaannya pun beraneka ragam, ada yang membuat lomba-lomba di setiap desa ada juga kegiatan-kegiatan di sektor pendidikan bahkan ada juga yang hanya sekedar mengucapkan di sosial media berupa Facebook, Ig, Wa dan Twitter.

Bagai mana dengan pemuda milenial saat ini?. “Jangan mewarisi abu Sumpah Pemuda, tapi warisilah api Sumpah Pemuda. Kalau sekadar mewarisi abu, saudara-saudara akan puas dengan Indonesia yang sekarang sudah satu bahasa, bangsa, dan tanah air. Tapi ini bukan tujuan akhir, kata Soekarno “Kekuatan persatuan dan peran pemuda saat ini sangatlah penting untuk di perbincangkan, Sebab merekalah yang nantinya akan menjadi pemegang tongkat estafet kedepannya” Sehingga perlu adanya kesadaran persatuan dalam melihat segala persoalan yang terjadi saat ini. Lebih-lebih lagi Indonesia sekarang masi di warnai dengan penjajah atas rakyatnya sendiri.

Seiring perkembangan zaman sumpah pemuda kini berumur 94 tahun, namun spirit persatuan makin hari makin menua pula. Sekarang pemuda hanya mewarisi abu sumpah pemuda sehingga mereka telah merasa puas dengan kondisi kemerdekaan yang tela di rasakan. Padahal tanpa di sadari kehidupan masyarakat dalam menuntut hak-hak mereka telah di reduksi dan di politisasi oleh kediktatoran rezim saat ini. Tapi yang anehnya, hanya segelintir orang saja yang memiliki kesadaran ketertindasan dengan kondisi serta kebijakan yang itu mencekam kehidupan sosial masyarakat. Hal ini tentunya menjadi konsekuensi matinya semangat api perjuangan sumpah pemuda masa lalu.

Kita bukan mengagung-agungkan sejarah perjuangan serta spirit persatuan masa itu, namun untuk memahami identitas demi menanam jiwa cinta tanah air perlunya kita wajib untuk melihat masa lalu sebagai tawaran diagnosis untuk bertindak lebih maju. Saat ini konsistensi dan peran pemuda telah mengalami kepunahan jiwa cinta tanah air tidak seperti para pemuda yang dulunya membangun persatuan demi melawan penjajahan kolonial waktu itu.

Banyak faktor yang menyebabkan kemunduran konstruksi berpikir dan jiwa persatuan pada pemuda, bisa di simpulkan dari berbagai macam sudut pandang tertentu. Salah satunya bisa kita katakan yang paling fundamental adalah pengaruh globalisasi. Meski disisi lain globalisasi dapat membantu dan mempermudah setiap orang, akan tetap dampak negatif yang di timbulkan pun bukan main hebatnya. Karena kebanyakan orang akan lebih di sibukkan dengan yang namanya teknologi dan persaingan gaya hidup sehingga melupakan apa yang menjadi tanggung jawab mereka

Selain dari pengaruh globalisasi pemuda juga lebih sering kita saksikan lebih apatis untuk melihat kembali sejarah perjuangan tersebut, padahal mestinya kita harus menjadikan sejarah sebagai batu loncatan untuk melihat bagaimana penderitaan yang telah terjadi selama ini. Sebab penjajahan di era sekarang lebih cenderung menindas rakyatnya melalui sistem yang di atur. Sehingga yang kita rasakan tampak biasa-biasa saja, padahal perlahan-lahan telah memenjarakan kita dalam kungkungan kebijakan yang tidak pro terhadap orang banyak.

Bahkan tidak ada rasa ingin tahu pemuda milenial terhadap segala momentum sakral yang di rayakan setiap tahunnya. Kebanyakan pemuda hanya cukup merayakan tanpa tahu bagaimana peristiwa tersebut terjadi pada kondisi penjajahan waktu itu. Sehingga apa yang di rayakan hanya menjadi dekorasi pelengkap mitos masa lalu, hal ini tentunya seperti perayaan pesta perkawinan yang hanya sekali dirayakan terus selesai. Padahal bentuk penghormatan dan menghargai jasad para leluhur adalah melanjutkan dan menjaga spirit perjuangan mereka demi tercapainya persatuan tanpa ada perpecahan. Tapi nyatanya rasa gengsi untuk berjuang dan melebur dengan orang banyak masi tertanam pada jiwa pemuda saat ini

Bagaimana Dengan Peran Pemuda di Maluku Utara?

Tidak asing ditelinga kita orang-orang sering mengungkapkan “jika kita mau belajar tentang persatuan, maka belajarlah dari Maluku Utara”. Hal ini dikarenakan Maluku Utara adalah salah satu propinsi di Indonesia yang wilayahnya terpisah-pisah antara pulau-pulau, namun dapat di satukan.

Masyarakat Maluku Utara dalam kerja-kerja gotong royong masi menjadi budaya, dapat kita temukan pada beberapa daerah yang ada, salah satunya di kabupaten pulau Morotai yang bertempat di desa Mira. Semangat gotong royong sudah ada sejak turun temurun, saling membantu satu dengan yang lainnya, misalnya ketika ada hajatan pernikahan yang di lakukan oleh masyarakat, maka satu persatu keluarga, saudara bahkan tetangga saling berpartisipasi berupa uang, beras dan segala kebutuhan lainnya. Hal ini di dasari dengan rasa saling membantu satu sama lain, agar suatu ketika, ada yang memiliki kekurangan masi ada yang bisa membantu. Dan Masi ada lagi kabupaten-kabupaten yang memiliki desa-desa seperti itu di propinsi Maluku Utara.

Bagaimana dengan pemudanya?, Dalam konteks lokal Maluku Utara lebih di dominasi oleh pemuda yang menyandang legalitas mahasiswa. Dari segi persatuan kita dapat melihat secara realistis bahwa, Masi minimnya rasa persatuan yang di bangun oleh pemuda atau mahasiswa. Misalnya dalam merespon berbagai persoalan atau kebijakan pemerintah yang kemudian tidak pro terhadap rakyat, salah satunya mengenai persoalan yang paling urgen terjadi saat ini, yaitu naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Issue serta analisis dampak yang di pandang mahasiswa terhadap masyarakat, telah di wacanakan berulang-ulang, karena naiknya harga BBM akan berdampak pada segala sektor dan harga bahan-bahan lainnya. Artinya menyadari akan penindasan yang berbeda di sekeliling kita adalah hal yang baik dan mau menindak lanjuti untuk di selesaikan, Sebab itu adalah sebuah keharusan yang perlu dilakukan. Tapi dalam konsep persatuan Masi saja belum final sampai saat ini. Sehingga untuk mengawal persoalan-persoalan yang sangat fundamental berdampak pada masyarakat tidak dapat di selesaikan secara tuntas.

Harusnya yang paling utama dilakukan adalah bagaimana menciptakan atau membangun rasa kecintaan secara kelompok, maupun didikan-didikan kesadaran terhadap pemuda yang belum sadar akan hal-hal seperti itu terkhususnya mahasiswa sebagai masyarakat yang ilmiah. Sebab masa depan bangsa ada pada tangan pemuda hari ini, namun apabila pemuda masi belum ada persatuan maka kekuatan untuk mempertahankan bangsa ini Masi bisa di robohkan oleh pengaruh dari luar. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *