Refleksi: 4 Tahun Tragedi Gowonle Dibawa Bayang-Bayang Tambang

Oleh: Awan Malaka (Pemuda Patani Timur)

 

Banyak sejarah pembantaian di Halmahera yang pelakunya tidak diungkap oleh pihak berwewenang. Seperti peristiwa hilangnya 11 Warga di antara perairan Kecamatan Weda dan Kecamatan Weda Timur, Halmahera Tengah pada tahun 2012. (Pelaku dan korban tidak terungkap).

Bacaan Lainnya

Juga tragedi berantai di Halmahera Timur yang bermula pada Tahun 1985, 2013, 2016, 2019 dan 2022. Dari deretan kasus yang terjadi di kawasan perkebunan Petani ini pelakunya pun tidak terungkap. Akan tetapi pada tahun 2019 tercatat 14 pelaku , namun pihak kepolisian hanya menangkap 6 orang dan 8 orang terdaftar sebagai DPO.

Selain itu ada salah satu dari sekian banyak kasus pembunuhan yang tidak pernah alpa dalam ingatan saya, yakni tragedi Gowonle.

Dalam tragedi ini terdapat tiga orang tewas, dibunuh dengan cara yang tidak wajar di belantara hutan Kecamatan Patani Timur, Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara.

Peristiwa kemanusiaan yang selalu muncul dalam memori generasi ini dapat tergambar kondisi tubuh korban terlihat nampak hancur. Satu korban kepalanya dipenggal putus, dibela dua, dada disayat habis dengan benda sajam, kaki dan tangan dicincang, kemudian ditusuk oleh benda logam berbentuk linggis di bagian leher hingga dimasukkan kedalam perut. Sedemikian rupa mutilasi sadis terjadi juga pada korban lainnya.

Pada hari sabtu, tanggal 20 Maret 2021, suasana alam diketinggian belantara hutan hingga ke pesisir perkampungan terlihat buruk. Semua orang di daerah setempat dalam satu hari itu menjalankan aktivitasnya tanpa memperhatikan apa di balik tanda-tanda alam yang begitu dingin.

Jelang sore, sekira pukul 15:30 atau 16:00 WIT ada angin sepoy sepoy dari belantara gunung damuli menyasar ke pesisir kampung. Langit cerah hingga berubah drastis jadi gelap yang terpetak-petakkan.

Alhasil dibalik tanda-tanda alam ini membawa kabar duka dari langit, dan sungguh dalam bagi seluruh masyarakat Patani Timur, Patani Utara dan Keluarga kita di Makean Soma.

Kabar ini terdengar sekira pukul 10:00 WIT malam, salah satu korban selamat dari 7 orang yang ke belantara keluar di Halmahera Timur, ia langsung menyampaikan peristiwa yang dialaminya ke warga setempat dan kemudian disampaikan ke masyarakat Patani Timur.

Mendengarkan kabar tersebut semua mendadak panik, sedih bahkan tangisan pun terdengar di mana-mana, amarah mon re wele (ilmu jihat) pun mulai merontah-rontah, mendidih di nadih panglima perang hingga menular ke yang mewarisinya.

Di hari itu, Sabtu malam tragedi yang harusnya menjadi malam nostalgia karena malam minggu akhirnya berubah, seluruh masyarakat dari desa ke desa berkumpul di sejumlah titik termasuk di rumah salah satu korban asal Desa Masure.

Semua tidak tidur: meliburkan jiwa dan raga dimalam tragedi atur siasat. Mama-mama di masing-masing titik kumpul nyalakan tungku dapur secara masal disertai tangisan rindu, duka, luka bahkan doa-doa keikhlasan pun dipancar cahayanya, sementara papa-papa dan anak-anak muda dengan masing-masing panglima jihat nyalakan api perlawanan.

Peta perkara mulai didudukkan oleh kapita di malam itu, suasana perang tercium hingga di waktu subuh. Setelah subuh sebelum fajar pecah, sejumlah barisan dengan masing-masing panglimanya keluar dengan peralatan jihat untuk proses pencarian dan evakuasi.

Setelah evakuasi dan dina selesai di rumah duka, anak-anak mulai berlarian di sepanjang jalan demonstran, suara orasi disertai tangisan, dan tulisan-tulisan terus diluncurkan tuntut keadilan hukum selama 1 tahun lebih, namun hingga kini keadilan tak kunjung datang.

Sejarah pembantaian sadis bagi penulis sebut sebagai misterinya tragedi Gowonle ini selalu menghantui pikiran penulis bahkan mendarah daging dalam jiwa saat tiba bulan tragedi. Sekalipun buntut di akhir pengawalan selama 1 Tahun lebih bersama kawan-kawan, tapi pulpen akan terus bergerak dan hidup setiap hari di bulan tragedi.

Kesaksian Korban Selamat

Agar refleksi singkat ini menjadi ingatan dan harus diingatkan terus pada generasi ke generasi, maka penulis sedikit mengungkap bahwa kasus pembunuhan tersebut terjadi pada hari Sabtu 20 Maret 2021, sekira pukul 16.00 WIT, bertempat di Sibauli Kali Gowonle, kawasan gunung damuli hutan Patani Timur, Halmahera Tengah.

Dalam peristiwa ini dinyatakan tiga orang meninggal dunia. Dan ketiga korban tersebut ditemukan di lokasi yang berbeda pada saat dilakukan proses pencarian dan evakuasi di tempat kejadian perkara (TKP).

Korban meninggal di antaranya Alm. Risno Muhlis Warga asal Desa Soma Kecamatan Malifut, Alm. Yusuf Kader warga Desa Batu Dua Patani Utara, ditambah satu warga Desa Masure Patani Timur Alm. Hi. Masani. Sementara itu empat orang lainya yang berhasil selamat, yakni Martawan (45), Jahid (40) dan Anto warga asal Batu Dua Patani Utara, serta Babinsa Kopda Moh Zen Tehuayo (TNI).

Martawan korban selamat menceritakan Tanggal 20 Maret 2021 sekitar pukul 07.00 WIT, mereka berangkat dari Desa Tepeleo menuju pertigaan jalan untuk melakukan perjalanan ke KM 05 Desa Masure, kecamatan Patani Timur, Kabupaten Halmahera Tengah.

Pukul 16.00 WIT, para korban tiba di sungai Gowonle, dan beristirahat sambil merokok. Sekitar 1 jam kemudian, tiba-tiba para korban mendapat serangan dari arah depan dengan busur panah sekitar 20 anak panah.

Saat penyerangan terjadi, mereka semua dalam keadaan panik, sehingga dengan spontan mereka langsung melarikan diri dan dirinya (Martawan) sempat melihat salah satu anak panah telah mengenai Risno Muhlis pada saat itu.

Sekitar pukul 18.00 WIT, Martawan memberanikan diri untuk kembali sendiri ke TKP dan mendapati korban Risno dalam keadaan terluka di bagian punggung kanan.

“Saat itu saya sedang menjaga teman saya (Risno) yang dalam keadaan terluka. Sedangkan teman-teman saya yang lain semua sudah lari terpencar,”ujarnya.

Ia juga mengaku menjaga korban hingga pukul 22.00 malam, namun korban Risno menghembuskan nafas terakhir (Meninggal) karena banyak mengeluarkan darah akibat bujur panah yang mengenai punggungnya.

“Saat teman saya (Risno) meninggal dunia, saat itu saya putuskan meninggalkannya diatas pasir di kali Gowonle lalu saya bergerak menuju arah pantai,”tutur Martawan saat ditemui kawan-kawan Fron FPUK di medan investigasi.

Lebih lanjut, hari kedua pada Senin 22 Maret 2021 sekitar pukul 13.00 WIT, Martawan (Korban selamat) tiba di Desa Peniti Kecamatan Patani Timur, lalu menceritakan kejadian yang dialami itu kepada warga setempat. Proses evakuasi ini dilakukan selama 4 hari karena tempat kejadian sangat jauh dengan perkampungan, diperkirakan jarak 35 kilo.

Sekedar diketahui, ketujuh orang tersebut sesuai rencana awal mereka ke Hutan dengan tujuan untuk mendulang emas di gunung Damuli, belakang Desa Peniti, Patani TimurTimur.

Refleksi singkat ini tak sekedar kata untuk dijadikan propaganda liar, dan atau tidak bermaksud memukul psikologi keluarga korban, melainkan ini sebuah catatan buruk pada sejarah yang mewajibkan kita untuk terus berikhtiar, karena dibalik ini diduga kuat ada konspirasi politik yang bekepentingan langusung pada investai pertambangan.

Hutan Patani

Kekayaan Pulau Halmahera tidak hanya sekedar biji nikel, emas, batu bara, batu kapur, batu cincin, semen, tapi lebih dari itu, ada buah pala, kelapa dalam (kopra), cengkih dan coklat.

Selain berbagai jenis sumber daya alam lainya, pala, cengkih dan kelapa adalah komoditi andalan yang diwariskan langsung oleh leluhur terdahulu. Dan itu sudah menjadi identitas orang Maluku Utara.

Dalam sejarah imperialisme dan kolonialisme, Maluku Utara dikenal sebagai negeri rempah-rempah, hingga menjadi salah satu pusat perdagangan internasional sekaligus menjadi daerah strategis yang direbutkan antar negara karena kekayaan alamnya.

Di Patani Misalnya. Daerah yang satu ini hutannya tak kalah jauh dengan daerah-daerah lain di seputar Maluku Utara. Hutan Patani terutama di Patani Timur mulai dari pesisir kampung hingga ke belantara di penuhi pohon pala.

Setiap musiman seluruh masyarakat setempat berbondong-bondong ke hutan dengan jarak tempuh yang memakan waktu. Meskipun kebun pala jauh di belantara namun masyarakat setempat tetap menjalankan aktifitas perkebunanya hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Namun sayangnya, paska tragedi pada tahun 2021 hingga 2024 hutan Patani menjadi momok yang menakutkan. Bahkan sejauh ini di tahun 2025 pun masi menjadi ingatan tragis saat hendak berkebun di belantara sendirian.

Gangguan psikologi ini yang kemudian berpengaruh langsung pada aktifitas perkebunan di belantara hutan hingga membuat masyarkat berada pada posisi dilematis. Dan bagi penulis situasi seperti ini lah menjadi indikator utama memicu transformasi pikiran masyarakat di sektor perekonomian dengan mendorong investas tambang.

Perubahan pola hidup untuk bergantung pada tambang di bawa bayang-bayang masyarakat ini sangat berdampak, karena masyarakat se-Kecamatan Patani Timur lakukan kaplingan masal di belantara hutan sebagai kesiapan hadirnya tambang. Dan ini bagian dari misi negara, dimana masyarakat kelas bawa selalu saja dijadikan tumbal kepentingan politik dan investasi.

Analisa

Dalam managemen konflik, tragedi Gowonle diduga kuat memiliki unsur kesengajaan yang dirancang sebaik mungkin oleh negara. Ada sutradara yang mendesain konflik yang melibatkan sekelompok masyarakat kelas bawa sebagai tim eksekutor. Maka jangan heran jika salah satu anggota militer TNI atau Babinsa Kopda Moh Zen Tehuayo (TNI) sebagai saksi kunci langsung dikirim ke keluar Maluku Utara paska kejadian.

Tragedi semacam ini mengingatkan penulis pada kematian salah seorang tokoh revolusioner yakni Ibrahim Datuk Sutan Malaka yang akrab disapa Tan Malaka dieksekusi mati oleh pasukan TNI di bawah pimpinan Letnan Dua Soekotjo dari Batalyon Sikatan, Divisi Brawijaya, pada 21 Februari 1949 di Selopanggung, Kediri tepat di kawasan Gunung Suluwiki.

Tan Malaka sendiri dikenal sebagai pendiri Republik ini sebelumnya sudah menjadi target utama oleh elompok yang memiliki kepentingan politik dan investasi.

Pengaruh Tan Malaka tak hanya di Indonesia, melainkan di 11 negara asing. Itu lah sebabnya dalam catatan sejarah beliau di vonis sebagai penghalang sehingga ia dieksekusi mati lalu diasingkan tanpa jejak.

Lebih lanjut terkait tragedi Gowonle, bahwa dalam perspektif ekonomi politik (ekopol), kita akan temukan bahwa dari konflik tersebut ada kepentingan terselubung, yakni kepentingan investasi yang akan diluncurkan di Hutan Patani Timur terutama di kawasan Gunung Damuli dan Sungai Gowonle.

Langkah-langkah taktis seperti ini bagi penulis negara berhasil membangun situasi darurat untuk mengarahkan pikiran masyarakat agar bergantung pada pertambangan.

Kenapa negara harus menciptakan ketergantungan ekonomi masyarakat pada pertambangan?, ya, hal ini lantaran sebagian besar pejabat-pejabat di republik ini kesemuanya memiliki saham yang konsekuensinya harus berkonspirasi dengan para investor.

 

Catatan:

4 tahun tragedi sejak 20 maret 2021-2025. 

Tulisan ini sekedar merefleksikan hari tragedi Gowonle yang jatuh pada tanggal 20 Maret.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *