Beritadetik.id – Aksi unjuk rasa besar-besaran mengguncang Kabupaten Pulau Morotai pada Senin, 28 Oktober 2024. Ratusan mahasiswa dari berbagai organisasi, termasuk GAPM, secara tegas menyuarakan 17 tuntutan kepada pemerintah daerah.
Mereka berkumpul di depan kantor Bupati, membawa umbul-umbul bertuliskan “Morotai Reverendum” dan membakar ban sebagai bentuk protes.
Sorotan utama aksi ini adalah kondisi pendidikan di Morotai. Para mahasiswa menyoroti fasilitas sekolah yang memprihatinkan, seperti siswa SD Unggulan Dehigila anak-anak harus berjalan kaki sejauh 20 kilometer pulang pergi.
“Anak-anak Desa Pilowo yang bersekolah di SD Unggulan Dehigila, setiap hari mereka pulang sekolah berjalan kaki dari sekolah ke rumah sekitar 20 kilometer,” ungkap Aril salah satu orator.
Selain itu, SMP di Desa Tutuhu masih memanfaatkan bangunan BUMDes untuk kegiatan belajar mengajar.
Masalah air bersih juga menjadi isu krusial yang diangkat. Hasil investigasi mahasiswa menunjukkan adanya penyelewengan pipa air dari rumah warga ke Hotel Molokai sejak tahun 2017.
“Berdasarkan hasil investigasi mahasiswa di lapangan khususnya Desa Pandanga dan Juang itu ternyata menjadi masalah yang paling pokok masyarakat setempat,” ungkapnya.
Kondisi ini semakin mempersulit kehidupan masyarakat di Desa Pandanga dan Juanga.
Aksi yang sempat ricuh karena dorongan dengan aparat kepolisian ini berakhir dengan orasi damai. Para mahasiswa mendesak Pj Bupati Burnawan untuk segera mundur dari jabatannya.
Menanggapi tuntutan mahasiswa, Asisten II Safrudin Manila yang juga Plt Kadis Pendidikan menyatakan akan melakukan pengecekan.
“Itu semua Sekretaris Pendidikan yang lebih tahu semua bagaimana pembangunan sekolah tersebut,” ujar Safrudin. Namun, ia mengakui belum memiliki data lengkap terkait kondisi sekolah karena baru menjabat. (ul)