Beritadetik.id – Permasalahan BBM subsidi jenis Minyak Tanah (Mita) di Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara, yang disoroti oleh Gerakan Aksi Mahasiswa (Geram) pada (10/5) kemarin, dengan tuntutan: Polres dan Kejari segera periksa 9 Sub Agen minyak tanah.
Sub Agen minyak tanah Ikhlas Koco ketika dikonfirmasi beritadetik.id, Selasa 11 Juni 2024 perihal tersebut mengaku, dirinya pernah di periksa terkait permasalahan BBM dan itu tidak ada masalah.
“Terkait itu sebelumnya status sub Agen tidak ada karena sifatnya Pangkalan saja, lantaran terjadi kelangkaan dan harga tidak stabil kala itu maka dibentuk sub Agen, tujuannya sampai saat ini untuk menjawab rentan kendali di Morotai. Sehingga semuanya bisa tersalur, awalnya tidak sama sekali,”jelas Ikhlas.
Palingan kendalanya pada Kapal yang sering terlambat. Dijelaskan, kalau untuk kita investasi Kapal dengan harganya berkisar Rp4-12 miliar dibandingkan dengan kuota 220 ton, ya pengusaha siapa pun tidak mau berinvestasi soal BBM.
Kemudian harganya begitu murah kata dia, misalnya di Halmahera Utara dalam 1 tahun terakhir harga BBM itu naik. Tetapi, di Morotai dalam 11 tahun terakhir harganya tidak pernah naik dan tidak berubah-ubah.
“Karena memang hampir rata-rata sub Agen yang ada itu dibentuk asalnya pribumi asli yang bisa melihat langsung kebutuhan masyarakat Morotai,”tutur politisi Hanura itu.
Ia bilang, kendala pada masyarakat saat ini hanya keterlambatan penyaluran saja, semua bentuk pelaporan cukup ketat oleh Dinas Perindagkop, setiap penyaluran dibuat laporan dan diketahui oleh masing-masing Kepala Desa.
Sementara pada BBM subsidi saat ini belum ada penambahan dan jumlah penduduk semakin bertambah otomatis dengan sendirinya akan terdapat kekurangan pada jumlah KK yang ada dengan kuota yang tidak bertambah.
“Memang soal masalah ini sudah ada upaya kami dengan pemerintah daerah untuk penambahan BBM dan kemudian menghadirkan Kapal. Namun pihak ketiga tidak mau, mungkin karena transportasi dengan biaya murah dan harganya terlalu kecil sehingga kami masih menggunakan Kapal kayu,”ungkapnya.
Secara prosedural memang tidak bisa untuk pengangkutan BBM mengunakan Kapal kayu bahkan dikatakan, mau bagimana siapa yang mau membeli Kapal besi seharga 12 miliar terlalu sulit untuk mengantikan modal. Namun pihaknya tetap berupaya untuk menambahkan Kapal.
“Jadi ini kendala kita yang sulit di daerah kepulauan beda dengan daerah lain yang langsung menggunakan transportasi darat,”timpalnya.
Ia juga menambahkan, ada resiko lain yang paling besar sering terjadi di daerah kita seperti cuaca ekstrem di zona laut terkadang hal itu yang membuat keterlambatan penyaluran BBM kepada masyarakat.(ul/red)